Kamis 19 Mar 2020 00:18 WIB

PB FKAPHI: Jangan Paksa Pemerintah Lockdown

Covid-19 ini persis hantu yang tak terlihat, namun bisa merasuki dan menakuti orang.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum Pengurus Besar FKAPHI HM Affan Rangkuti(Dok Pri)
Foto: Dok Pri
Ketua Umum Pengurus Besar FKAPHI HM Affan Rangkuti(Dok Pri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah Covid-19 yang menyebar di beberapa wilayah di Indonesia, mesti menjadi bahan intropeksi, terutama bagi umat Islam yang tahun ini mendapat jadwal melaksanakan ibadah haji. Berdoa agar covid tidak mengganggu proses ibadah haji yang tinggal beberapa bulan lagi.

Dalam menghindari penyebaran Covid-19, masyarakat jangan paksakan pemerintah melelakukan lockdown seperti negara-negara lain yang telah melakukannya. Karena, hal tersebut pasti akan mengganggu sistem ekonomi negara.

"Yang harus kita lakukan adalah kuatkan rasa kebersamaan menghadapi wabah Covid-19 ini," kata Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) Affan Rangkuti saat berbincang dengan Republika, Rabu (18/3). 

Affan mengatakan, tak akan ada orang yang memiliki akal sehat mau dirinya terkena penyakit, entah apapun itu nama penyakitnya. Namun ketika wabah mendera, tak mungkin kita bisa menghindar dengan pasti akan wabah itu. 

Apalagi ada beberapa hal yang menjadi pemicu orang bisa terpapar wabah Covid-19. Pertama, tak semua orang memahami tentang ilmu kedokteran.

Kedua, tak semua orang juga dengan mudah merubah satu budaya secara serta merta disebabkan wabah. Ketiga, tak semua orang mampu menyediakan sesuatu hal yang harus dibeli dengan uang.

Kata Affan, virus corona baru atau Covid-19  telah dinyatakan sebagai pandemik, penyakit baru yang menyebar secara global. Pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyusul data terkini Covid-19 di seluruh dunia, tembus hingga 152 negara. Dengan jumlah 80.840 orang dinyatakam sembuh dan 7.905 meninggal. 

"Terlepas data valid atau tidak, intinya adalah wabah ini sudah menjadi pandemik. Indonesia sendiri, berdasarkan rilis kemarin  total kasus positif Covid-19 melonjak menjadi 172 orang. Untuk kasus yang meninggal dunia disebutkan 9 orang," katanya.

Covid-19 ini kata dia, persis hantu yang tak terlihat, namun bisa merasuki dan menakuti orang lain. Jika era penjajahan, saat musuh ada tinggal tembak atau tusuk dengan bambu runcing, selesai perkara. 

"Nah sekarang musuh itu tak terlihat, persis hantu. Tiba-tiba hantu ini sudah menyerang orang lain dan ketika diperiksa positif Covid-19," katanya.

Semua orang, kata dia, dari mana saja bisa terpapar Covid-19. Untuk itu, kemana saja orang yang terkena ini berinteraksi mesti dijejak telusur satu persatu. Bagus jika yang terkena ini bercerita dengan benar sesuai ingatannya yang tajam.

"Nah bagaimana jika kurang ketajaman ingatannya, atau tak ingin mengungkapkan misalnya. Ini sama saja seperti mencari jarum di tumpukan jerami," katanya.

Dikatakan Affan, semua orang memahami bahwa penyakit mesti diobati dan dilakukan upaya pencegahan dan penangkalan. Namun semua pasti membutuhkan biaya.

"Pada aspek ini kita diuji untuk berlaku adil. Belum lagi tentang kenaikan harga yang berpotensi akan menyerang ketahanan ekonomi. Bisa jadi pernyataan lockdown tak keluar dari pemerintah, sebab pengaruhnya sangat beresiko bagi perekonomian suatu bangsa," katanya.

Jadi, kata Affan, tak elok juga jika memaksa pemerintah untuk mengatakan lockdown. Mudah dikatakan, tapi resikonya terlalu besar. Bisa jadi satu persoalan Covid belum usai, muncul persoalan lainnya yang tak kalah mengerikan. "Apa itu? Keterpurukan ekonomi," katanya.

Masalah yang saat ini terjadi karena Covit-19 adalah terkait penggunaan masker. Masker yang biasa bisa dibeli dengan harga kisaran Rp 20 hingga Rp 30 ribu, akibat Covid, justru naik menjadi kisaran Rp 500 ribu rupiah. "Iya kalau ada, malah saat ini sulit mendapatkannya," katanya.

Harga Rp 500 ribu itu mungkin jumlah yang tak berarti bagi orang yang memiliki kemampuan beli. Akan tetapi bagaimana bagi orang yang untuk makan saja sulit. Ini bisa saja berdampak kepada sembilan bahan pangan pokok apabila pernyataan lockdown dilakukan.

Menurutnya, hal ini bagai makan buah simalakama, dimakan mati ayah tak dimakan mati ibu. Sulit menentukan kebijakan yang tepat dalam menangkal wabah ini dengan tidak menimbulkan kemunculan persoalan baru. "Perlu kebijakan dan pemikiran sangat cerdas," katanya.

Affan menyarankan, selain berusaha maksimal bersama untuk menangkal Covid-19, maka kita semua butuh berserah diri penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena kepada-Nya-lah kita menyandarkan semuanya dan tentu setelah melewati usaha-usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan.

"Covid 19 ini pertarungan antara hidup, mati syahid, miskin dan kelaparan. Ya Allah Ya Malikul Mulk, ampun kami yang pendosa ini, dan musnahkanlah covid-19. Dan hanya kepada engkaulah kami berlindung dan bermohon. Ini doaku disetiap shalat saat ini," kata Affan.

Menurut Affan, kekuatan intuisi dan kepercayaan diri pribadi membuat kita mesti sadar bahwa Covid-19 yang seperti hantu ini kemanapun kita pergi, kita bersembunyi, dan sekuat dan setebal apapun kita melindungi diri, maka tetap saja kita akan terkena, jika intuisi ketakutan kita tentang Covid terlalu kuat. "Dan kekuatan intuisi itu tanpa kita sadari menjadi doa," katanya.

Jadi berbeda, jika kita lakukan secara bersama, setelah itu, maka serahkanlah semuanya kepada Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, karena Dia telah menuliskan semuanya di Lauhulmahfuz dan hanya Dia lah yang memiliki kekuasaan untuk merubahnya. 

"Tugas kita hanya berjalan di muka bumi ini, bukan malah sebaliknya berhenti berjalan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement