Kamis 09 Apr 2020 04:30 WIB

Lockdown di Filipina Makin Persulit Pengobatan Pasien TB

Pasien TB hadapi ancaman tertular virus corona karena kekebalan tubuh lemah

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Seorang pria yang mengenakan topeng pelindung berjalan melewati papan nama di lapangan bola basket yang mengumumkan penutupan sementara sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona baru di pinggiran kota Quezon, Manila, Filipina. Pasien TB hadapi ancaman tertular virus corona karena kekebalan tubuh lemah. Ilustrasi.
Foto: AP/Aaron Favila
Seorang pria yang mengenakan topeng pelindung berjalan melewati papan nama di lapangan bola basket yang mengumumkan penutupan sementara sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona baru di pinggiran kota Quezon, Manila, Filipina. Pasien TB hadapi ancaman tertular virus corona karena kekebalan tubuh lemah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA — Selama bertahun-tahun, Josefina Marquez telah bekerja sebagai pegawai di sebuah jasa binatu di ibu kota Filipina, Manila. Namun, kehidupan dirinya berubah 180 derajat sejak lockdown yang diberlakukan mulai 15 Maret lalu oleh pemerintah pusat. Lockdown dilakukan sebagai langkah mengendalikan penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19).

Perempuan berusia 58 tahun itu kini tidak memiliki penghasilan apa pun. Tak cukup sampai di sana, dampak nyata dari sana berlanjut dengan membahayakan empat anggota keluar Marquez yang menderita tuberculosis (TB) sejak lama.

Hanya Marquez yang bisa menjadi pencari nafkah sejak sang suami divonis TB. Ketiga anaknya kemudian tertular penyakit ini dan mereka seluruhnya harus mengonsumsi 17 pil sehari sebagai pengobatan.

“Putra saya mendapat obat melalui suntikan dan saat ini saya tidak tahu ke mana bisa mendapatkannya, siapa yang bisa melakukan injeksi di tengah situasi lockdown ini,” ujar Marquez dilansir Aljazirah, Rabu (8/4).

Marquez mengatakan seluruh moda transportasi di Manila dihentikan selama lockdown. Ia sempat mengambil obat pada Senin (6/4) lalu dan menunjukkan pass kepada polisi sebagai tanda izin keluar karena kebutuhan penting.

“Namun, polisi di pos pemeriksaan mengatakan saya butuh surat dari klinik yang memberi izin untuk datang ke sana. Bagaimana cara saya mendapatkan surat itu tanpa datang ke sana terlebih dahulu?” jelas Marquez.

Marquez hanya berharap bahwa situasi saat ini tidak seharusnya menghalangi orang-orang yang membutuhkan dalam mendapatkan obat-obatan, hingga pendapatan seperti biasanya. Banyak warga di Filipina yang kesulitan karena pemberlakuan lockdown. Puluhan ribu pasien TB di negara Asia Tenggara itu semakin berisiko karena rumah sakit menjadi zona terlarang di tengah pandemi Covid-19.

Petugas kesehatan pemerintah juga telah menunda program imunisasi, seperti untuk TB dan polio, karena perang melawan Covid-19 menjadi prioritas nasional. Menurut  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan 2019 Global Tuberculosis Report, diperkirakan 591 ribu orang Filipina menderita penyakit ini pada 2018 dan terdapat 26 ribu kematian. Jumlah ini merupakan enam persen dari sepuluh juta kasus di seluruh dunia.

Filipina menjadi negara dengan jumlah kasus TB yang terus meningkat setiap tahunnya dan penyakit ini tetap sangat terstigmatisasi meskipun dapat diobati. Sejauh ini diperkirakan satu juta warga di negara itu memiliki infeksi TB aktif.

Ketika fasilitas kesehatan di seluruh Filipina tergesa-gesa menangani pandemi, pasien TB harus menghadapi ancaman tertular virus corona jenis baru karena sistem kekebalan tubuh mereka yang melemah. Alfie Calingacion, seorang dokter di Bohol mengatakan rumah sakit berjuang melawan kurangnya peralatan perlindungan pribadi dasar seperti masker bedah dan respirator N95. Sementara itu hanya ada sedikit ruang untuk pasien TB di rumah sakit.

“Rumah sakit kami sekarang penuh sesak dengan pasien Covid-19. Jadi kami menyarankan pasien TB untuk tinggal di rumah,” kata Calingacion.

Lockdown menghentikan pengobatan TB sementara waktu di rumah sakit dan fasilitas medis lainnya. Petugas layanan kesehatan menyarankan pasien TB untuk menyimpan obat selama satu bulan.

Namun menurut laporan Departemen Kesehatan (DOH) pada 24 Maret lalu, persediaan obat tidak selalu ada.Bahkan ketika negara-negara berjuang untuk menghadapi pandemi baru, WHO mengingatkan pemerintah di seluruh dunia tentang perlunya terus menanggulangi TB.

TB tetap menjadi penyakit dengan tingkat kematian tinggi diantara penyakit menular lainnya. Lebih dari 1,5 juta kematian terjadi akibat penyakit ini pada 2018.

“TB terus membunuh lebih dari 70 pasien per hari di Filipina, yang kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan miskin dan tidak dapat memberi,” kata Rajendra-Prasad Hubraj, ketua tim untuk Penyakit Menular di WHO Filipina.

Perjuangan melawan TB dapat menjadi bukti untuk mengatasi pandemi Covid-19. Para peneliti di Murdoch Children's Research Institute di Melbourne, Australia melakukan pengujian cepat pada manusia berskala besar untuk melihat apakah vaksin yang digunakan selama puluhan tahun untuk mencegah TB juga dapat melindungi orang dari infeksi virus corona jenis baru.

Uji coba vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) akan dilakukan pada empat ribu tenaga kesehatan di rumah sakit di seluruh Australia. Meskipun awalnya dikembangkan melawan TBC dan diberikan kepada lebih dari 130 juta bayi, vaksin ini juga meningkatkan kekebalan manusia dan melatihnya untuk merespons kuman dengan intensitas lebih besar.

Percobaan serupa pada vaksin TB sedang dilakukan di beberapa negara lain termasuk Belanda, Jerman, dan Inggris. Sebuah laporan sebelumnya dari New York Institute of Technology menemukan bahwa vaksin BCG telah dikaitkan dengan penurunan kasus Covid-19 di sejumlah negara obat tersebut diberikan seperti India, Italia, Belanda, dan Amerika Serikat (AS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement