Rabu 03 Jun 2020 13:47 WIB

Proyeksi WB: Ekonomi RI tidak Tumbuh, Kemiskinan Meningkat

Asumsi Bank Dunia berdasarkan dua bulan implementasi PSBB mulai April hingga Mei.

Pedagang melayani pembeli di balik tirai plastik di Pasar Bandeng, Kota Tangerang, Banten, Selasa (2/6). Pengelola pasar Bandeng mewajibkan pedagang untuk memasang tirai plastik sebagai antisipasi penyeberan COVID-19
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang melayani pembeli di balik tirai plastik di Pasar Bandeng, Kota Tangerang, Banten, Selasa (2/6). Pengelola pasar Bandeng mewajibkan pedagang untuk memasang tirai plastik sebagai antisipasi penyeberan COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap lesunya ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Ekonom senior Bank Dunia atau World Bank (WB), Ralph Van Doorn, bahkan memproyeksikan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan melambat ke level nol persen atau tidak tumbuh untuk tahun ini akibat dampak pandemi.

Baca Juga

“Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat ke nol persen. Asumsi ini berdasarkan dua bulan implementasi dari PSBB yang efektif mulai April hingga Mei bahkan sampai Juni,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (2/6).

Ralph mengatakan, prediksi tersebut juga merupakan imbas dari perekonomian global yang melambat, baik di negara maju maupun berkembang, sehingga berpengaruh pada harga-harga komoditas. “Konsumsi akan melambat karena terjadinya PHK dihasilkan dari penurunan kegiatan ekonomi dan menurunnya kepercayaan konsumen,” ujarnya.

Selanjutnya, Ralph memperkirakan pertumbuhan investasi turut melambat akibat ketidakpastian berakhirnya wabah Covid-19 serta penanganannya, harga komoditas rendah, dan perlemahan ekonomi global. Lalu, impor jatuh lebih cepat daripada ekspor sehingga tecermin dalam neraca pembayaran dan peningkatan defisit transaksi berjalan.

Kemudian, ia memprediksikan utang RI berada di level 37 persen dari PDB yang didorong oleh defisit lebih tinggi, pertumbuhan lebih lambat, depresiasi nilai tukar rupiah, guncangan suku bunga, serta banyaknya pinjaman untuk membiayai paket stimulus. Oleh sebab itu, Ralph menyatakan berdasarkan, berbagai pertimbangan dan prediksi tersebut, Bank Dunia telah menyiapkan skenario terburuk, yaitu perekonomian Indonesia akan terkontraksi hingga 3,5 persen dari PDB.

“Jika terjadi PSBB diimplementasikan selama empat bulan maka akan menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 3,5 persen dari PDB,” katanya menegaskan.

Akibat dari kontraksi ekonomi itu, Ralph juga memproyeksikan penduduk miskin Indonesia akan meningkat 2,1 persen sampai 3,6 persen. Artinya, jumlahnya bertambah 5,6 juta hingga 9,6 juta orang pada tahun ini akibat dampak pandemi Covid-19.

“Kami perkirakan perlambatan ekonomi menyebabkan tingkat kemiskinan naik sekitar 2,1-3,6 persen atau 5,6 juta-9,6 juta orang miskin baru relatif pada skenario jika pada 2020 tidak terjadi pandemi,” katanya.

Menurut Ralph, pemerintah perlu mendukung penduduk miskin dan rentan miskin seperti penyiapan jaring pengaman sosial yang memadai serta dukungan terhadap industri dan kesehatan. Ia menilai paket stimulus fiskal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan adanya pergeseran belanja seperti dari infrastruktur menuju jaring pengaman sosial dan dukungan industri. Bank Dunia pun menyetujui langkah pemerintah itu.

“Kami setuju ini merupakan langkah yang perlu diambil, namun mungkin tidak cukup."

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Hidayat Amir, optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap berada dalam skenario pemerintah, yaitu 2,3 persen hingga minus 0,4 persen.

“Kalau tadi World Bank menaruh situasi skenarionya pertumbuhan Indonesia full year nol persen, tapi kami di pemerintah Kemenkeu memprediksikan akan tetap tumbuh di kisaran 2,3 persen sampai minus 0,4 persen,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga optimistis bahwa peluang bagi Indonesia untuk menumbuhkan kembali perekonomian cukup terbuka. Peneliti Indef Media Wahyudi Askar mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mendorong ekonomi nasional kembali tumbuh adalah fokus pemerintah terhadap masyarakat rentan, yakni masyarakat kelas menengah ke bawah dan pekerja sektor informal.

"Namun, jika lebih mementingkan pengusaha, mungkin juga bisa cepat pemulihan ekonomi, tapi ketimpangan sosial bisa menjadi lebih besar," ucapnya.

Menurut dia, program dukungan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) cukup banyak mulai dari relaksasi perbankan hingga bantuan non tunai. "Ada harapan bagi UMKM untuk survive," ucapnya.

Pemulihan ekonomi nasional

Pemerintah terus mematangkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tengah pandemi Covid-19. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang program PEN dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional.

Pada hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa program PEN disiapkan demi menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti diketahui, pada kuartal I 2020 lalu ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97 persen. Angka ini juga diprediksi akan memburuk pada kuartal kedua ini.

"Pada kuartal kedua, ketiga, keempat, kita harus mampu menahan agar laju pertumbuhan ekonomi tidak merosot lebih dalam, tidak sampai minus, dan bahkan kita harapkan kita pelan-pelan mulai bisa rebound," kata Presiden Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas tentang program PEN, Rabu (3/6).

Presiden meminta seluruh program PEN yang sudah dirancang segera diberlakukan di lapangan. Sejumlah program pemulihan ekonomi yang disiapkan antara lain subsidi bunga UMKM, penempatan dana untuk bank-bank yang terdampak restrukturisasi, penjaminan kredit modal kerja, suntikan modal untuk BUMN, dan investasi pemerintah untuk modal kerja.

"Saya harapkan, saya minta, dan saya ingin pastikan segera operasional di lapangan," ujar Jokowi.

Selain menahan laju perlambatan ekonomi, program PEN juga diyakini mampu membantu industri padat karya untuk tetap bertahan. Dengan begitu, tenaga kerja tetap terserap karena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dihindari.

"Sektor industri padat karya perlu menjadi perhatian karena sektor ini menampung naker sangat banyak sehingga guncangan sektor ini berdampak pada para pekerja dan ekonomi keluarganya," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah menganggarkan dana sekitar Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional. Salah satu fokusnya adalah penyelamatan UMKM dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pembatasan sosial di tengah pandemi Covid-19.

Seluruh anggaran pemulihan ekonomi nasional memang tidak akan hilang dalam bentuk kredit baru dan berpotensi dikembalikan lagi menjadi pendapatan negara. Namun, Sri menekankan, kebutuhan dana untuk pemberian bantuan modal kerja tetap membutuhkan tekanan pada APBN.

"Baik above the line maupun below the line," tuturnya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (6/5).

Above the line merupakan bagian dari belanja pemerintah pusat yang merujuk pada pemberian subsidi, termasuk subsidi bunga dan pembayaran premi agar bank bersedia dan mau memberikan kredit modal kerja. Di sisi lain, below the line yang dimaksud (pembiayaan) dalam bentuk penerbitan surat berharga negara (SBN) senilai ratusan triliun.

photo
Pertumbuhan ekonomi - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement