Sabtu 06 Jun 2020 16:53 WIB

Nilai UN SD Jadi Salah Satu Pertimbangan PPDB SMA di Yogya

Nilai UN SD dianggap bisa menjadi standar yang jelas dibandingkan rapor.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas menggunakan pelindung wajah dan masker melayani konsultasi pendaftaran PPDB di posko PPDB SMP Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Kamis (4/6). Orangtua wali mendatangi posko PPDB untuk pengajuan dan aktivasi akun akun PPDB Online
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Petugas menggunakan pelindung wajah dan masker melayani konsultasi pendaftaran PPDB di posko PPDB SMP Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Kamis (4/6). Orangtua wali mendatangi posko PPDB untuk pengajuan dan aktivasi akun akun PPDB Online

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 SMA/SMK di DIY tidak hanya dipertimbangkan dari nilai rapor saat SMP. Namun, nilai Ujian Nasional (UN) Sekolah Dasar (SD) juga menjadi pertimbangan dalam PPDB SMK/SMK 2020 yang dilakukan secara daring/online ini.

Kebijakan ini diambil oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY dengan pertimbangan nilai rapor yang tidak memiliki standar yang jelas. Dalam artian, standar dari nilai rapor ini ditetapkan oleh masing-masing sekolah dan standarnya berbeda-beda.

Baca Juga

"Ada perubahan perhitungan nilai gabungan yang dimasukkan nilai SD sebagai input. Karena, kalau hanya rapor saja, itu standarisasinya diragukan," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya kepada Republika, Sabtu (6/6).

Untuk bobot perhitungan nilai ini awalnya dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Formulasi tersebut diubah menjadi rata-rata nilai rapor dan UN SD dengan bobot 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

"Diubah karena tahun ini kan tidak ada UN. Karena saat Covid-19 ini tidak ada alat ukur yang paling standar selain UN untuk masuk SMA," ujar Didik.

Selain itu, Didik menyebut, yang menjadi pertimbangan diubahnya perhitungan nilai ini guna mengurangi kegaduhan di masyarakat terhadap nilai rapor. Menurutnya, ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan bobot perhitungan nilai rapor.

"Saya kira kalau kita menggunakan rapor saja, itu saya yakin ada sebagian masyarakat yang tidak puas," jelasnya.

Untuk PPDB SMA/SMK ini sendiri telah dimulai dengan melakukan input data pada 2 hingga 10 Juni nanti. Sementara, proses pendaftaran baru akan dimulai pada 29 Juni hingga 1 Juli 2020.

"Sebelumnya pengambilan token dulu pada 22 sampai 25 Juni, cukup mengunggah surat keterangan lulus atau ijazah dan kartu keluarga (KK)," kata Didik.

Saat melakukan pendaftaran secara online, setiap peserta didik mendapat kesempatan untuk memilih tiga sekolah yang ada di zona wilayahnya masing-masing. Kemungkinan, tahun ajaran baru di 2020 akan dimulai pada pekan ketiga di Bulan Juli 2020.

"Jadi di DIY ada 340 desa, masing-masing desa itu punya hak tiga sekolah sebagai sekolah zona satu yang nanti jadi pilihan di dalam pendaftaran," ujar Didik.

Muncul petisi

Sementara itu, muncul petisi online di platform change.org yang meminta untuk dihapuskannya bobot nilau UN SD dalam PPDB SMA/SMK 2020 di DIY. Petisi ini ditujukan kepada Gubernur DIY, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Disdikpora DIY dan DPRD DIY.

"Kalau nilai rapor sekolah diragukan kredibilitasnya, sementara UN tidak dilakukan, maka penggunaan nilai-nilai murni ujian siswa dari soal-soal dinas itulah yang mestinya menjadi jalan keluar. Maka sangat aneh kalau PPDB SMA 2020 harus mengambil dari nilai SD," seperti yang tertulis dalam petisi online tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement