Senin 06 Jul 2020 07:15 WIB

Kemenag Minta Biaya Kesehatan Haji Distandarkan

Belum adanya standar biaya kesehatan haji menyebabkan dilema bagi jamaah.

Rep: zahrotul oktaviani/ Red: Hiru Muhammad
Petugas kesehatan haji Indonesia sedang menangani jamaah yang sakit saat mabit di tenda Mina (Ilustrasi).
Foto: Muhammad Hafil / Republika
Petugas kesehatan haji Indonesia sedang menangani jamaah yang sakit saat mabit di tenda Mina (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menstandarkan biaya kesehatan haji yang dibebankan kepada jamaah. Salah satunya, biaya untuk memperoleh surat keterangan mampu atau istitha'ah

“Sejauh ini belum ada standar biaya kesehatan haji dari Sabang sampai Merauke," kata Direktur Jenderal PHU Kemenag, Nizar Ali, dalam keterangannya, Senin (6/7).

Nizar menyebut, belum adanya standar biaya kesehatan haji menyebabkan dilema bagi jamaah. Di beberapa daerah, biaya yang perlu dikeluarkan berbeda, termasuk jenis pemeriksaannya.

Ia menyebut, ada beberapa daerah cukup melakukan pengambilan sample darah, namun ada pula yang sampai melakukan CT Scan. Hal itu yang kemudian membuat biaya berbeda-beda, mulai dari ratusan ribu sampai dengan jutaan rupiah.

Keluhan semacam ini, kata Niza, adalah salah satu yang menghambat proses dokumen terutama paspor. Biaya yang terlalu mahal menjadi beban bagi jamaah. Melihat hal tersebut, pihaknya menyebut terus berkomunikasi dengan pihak Kemenkes untuk menstandarkan biaya kesehatan haji.

Nizar juga mengungkapkan, dalam situasi dan kondisi pandemi Covid-19, masih banyak jamaah haji yang belum menyelesaikan pembuatan paspor. Kondisi ini berpengaruh pada jamaah yang ingin mendapatkan keterangan istitha’ah. “Bagi yang sudah menyelesaikan paspor sesuai ketentuan, pasti mereka sudah menyelesaikan pemeriksaan kesehatan dan mendapatkan keterangan istitha'ah. Namun untuk ke depannya, ada keterangan kesehatan lagi atau tidak?," ujar Nizar. 

Kondisi yang sama juga berlaku pada tes swab Covid-19 yang perlu dilakukan jamaah. Dalam realitanya, biaya melakukan tes ini di setiap daerah juga berbeda-beda, meski bahannya sama. Hal ini menurut Nizar perlu untuk dibahas.

Ia berharap Kemenkes dapat mengalokasikan dana tes swab bagi jamaah haji, bahkan digratiskan. Nizar menilai hal itu jauh lebih bagus.

Pihaknya disebut masih terus berkomunikasi dengan Kemenkes untuk masalah ini. Termasuk beban biaya tambahan jika nantinya ada vaksin covid-19. Hal ini mengingat biya swab jamaah haji lebih mahal.

"Bagi yang belum menyelesaikan paspor juga harus menyelesaikan keterangan istitha’ahnya ditambah keterangan bebas covid19, maka ini perlu ada kajian lebih lanjut," kata Nizar.

Sementara, terkait paspor jamaah, Nizar meminta dokumen tersebut dipindai terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke Kankemenag Kabupaten/Kota. Sehingga, jika nanti ada keterlambatan pengembalian, Kemenag sudah punya salinannya."Data dari Kemenkumham bisa terkoneksi termasuk dengan Dukcapil, maka perlu ada koordinasi juga dengan Kemendagri untuk mencocokkan NIK,” ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement