Jumat 17 Jul 2020 21:15 WIB

Perjalanan Ruhaniyah Habib Zein Umar Ketika Haji (Habis)

Kesempatan haji di usia yang tergolong senja, getaran nurani bisa dirasakan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Perjalanan Ruhaniyah Habib Zein Umar Ketika Haji (Habis). Foto: Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah - Habib Zein bin Umar bin Smith
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Perjalanan Ruhaniyah Habib Zein Umar Ketika Haji (Habis). Foto: Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah - Habib Zein bin Umar bin Smith

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perjalanan haji Habib Zen berlanjut ketika tawaf. Memandang Ka'bah kali ini terasa berbeda.

"Getaran-getaran hati sangat saya rasakan ketika tawaf dan memandang Ka’bah. Haji tahun itu memiliki rasa yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, mungkin karena yang terakhir ini usia sudah cukup lanjut dan kekuatan fisik telah melemah, sehingga tahapan manasik yang membutuhkan tenaga menjadi tantangan yang tidak ringan, khususnya saat di Jamarat, tetapi alhamdulillah kekhusyu’an meningkat dan kenikmatan beribadah justru lebih terasa," ujar dia.

Baca Juga

Saat itu semua orang bersujud bersama kepada Sang Kholiq, tidak ada perbedaan antara raja atau rakyat jelata, kaya atau miskin, ilmuan atau orang awam. Semuanya harus sesuai dengan tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT, sebagaimana Firman-Nya di dalam surah Adzariyat ; 54 “Wa ma kholaktu jinna wal insa illa li ya’budun “ (Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku)  semua kita adalah hamba yang mengucapkan “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in“ ( Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan kepada-Mu kami memohon pertolongan).

Interaksi antar jamaah terjadi saat bermalam atau mabit di Mina selama tiga hari dan mengisi waktu dengan berdzikir, membaca Alquran dan kegiatan lain. Di dalam ribuan kemah-kemah jamaah yang terhampar sepanjang mata memandang, silaturahmi dan interaksi di antara jamaah menjadi lebih intensif. Di sinilah terlihat karakter yang sebenarnya dari seseorang.

Habib merasa bersyukur karena di setiap tahapan mendapatkan suasana yang akrab dengan para hujjaj, baik sesama jamaah dari Indonesia, maupun dari negara lain. Saling menghormat dan saling mendahulukan kawan bisa dirasakan, dan juga fasilitas yang tergolong mewah.

"Mungkin karena kami masuk rombongan tamu Raja Salman. Tetapi kalau dilihat secara umum, memang manajemen dan pelayanan haji saat ini sudah jauh lebih baik dibanding dua kali pengalaman saya haji sebelumnya,"ujar dia.

Selain waktu beribadah yang merupakan inti kegiatan mengisi waktu, selama di Mina, dilanjutkan dengan diskusi antar anggota rombongan, tentang agama dan hal-hal kehidupan keagamaan di Tanah Air. Beliau berkumpul bersama alm Prof Yunahar Ilyas, ketua PP Muhamadiah, Prof Dr Malik Madani, guru besar UIN, Dr Helmy Faisal sekjen NU, Prof Dr Joni Hermana, rektor ITS saat itu, Dr Andri Woworuntu, dekan FIB UI, Dr Cholil Nafis, alm Hb Ahmad Alkaf, Ust Yusuf Mansur dan banyak lagi kawan-kawan yang lain.

Saat puncak wuquf di Arafah adalah saat yang sangat istimewa, karena ini puncak ibadah haji. Sebagaimana sabda Rasul SAW “ Al-Hajju Arafah “ (Ibadah haji itu adalah wuquf di Arafah). Barang siapa tidak melaksanakan wuquf di Arafah, maka tiada haji baginya.

Walaupun ini merupakan ibadah haji saya yang ketiga, tetapi saat mendengar lantunan doa, ceramah agama, sholat berjama’ah, hati bergetar, langsung membayangkan padang mahsyar dan bagaimana pertanggungan jawab di hadapan Allah Azza Wajalla. Seluruh jiwa dan pikiran saya tujukan kepada Allah, untuk memohon segala hajat bagi keluarga, dan bangsa dan memohon ampunan serta mengharapkan keridhoan Allah Ar-Rahman, Ar-Rahim.

Suasana wuquf di Arafah menjadi lebih istimewa lagi, ketika sesampainya di kemah, hujan turun rintik-rintik dan angin bertiup sehingga rombongan beliau tidak merasakan terik matahari. Menjalani ibadah haji saat muda akan lebih baik, jika dilihat dari pelaksanaan manasik haji dan ibadah dhahiriyah karena dibutuhkan ketahanan fisik yang prima.

Tetapi jika kesempatan haji di usia yang tergolong senja, memiliki kelebihan yang lain, yaitu getaran nurani dan kenikmatan ibadah betul-betul bisa dirasakan, sehingga ibadah ini bisa diklasifikasikan sebagai ibadah bathiniyah. Setelah rangkaian rukun haji di Arafah dan Muzdalifah, beliau ke Makkah untuk melakukan tawaf Ifadhah yang juga merupakan rukun haji, dan kembali ke Mina utk menyelesaikan lempar jum’rah dan takhallul.  

Segala sesuatu apabila kita menikmati kegiatan ini, maka waktu terasa begitu cepat berlalu. Demikian pula kebersamaan dalam ibadah haji kali ini. Rombongan kembali ke Makkah dan melaksanakan tawaf wada’ (perpisahan), setelah itu habib bertolak menuju Madinah Al-Munawarah.

Suasana kota Nabi ini memang berbeda dan sangat terasa teduh di hati. Setibanya dihotel dan diberikan alokasi kamar, habib seakan tidak sabar untuk segera berziarah kemaqam Nabi Besar Muhamad SAW. Manusia tumpah ruah dimasjid Nabawi, kesempatan untuk solat wajib dan sunnah di Raudhah, adalah dambaan semua jamaah.

Dalam keadaan demikian dia kemudian sekali lagi bersujud syukur kepada Allah, bisa melaksanakan shalat di Raudhah, Alhamdulillah niat baik untuk ziarah Baginda Nabi Muhamad SAW dan solat di Raudhah tersampaikan.

"Dengan selesainya rangkaian Ibadah haji dan kunjungan ke Madinah yang merupakan acara terakhir dalam perjalanan rohani ini selesai, dan kami kembali ke tanah air dengan penuh harap semoga mendapatkan Haji Mabrur. Kegembiraan saya tidak berakhir disitu, tetapi berlanjut, karena mendapatkan kawan-kawan baru yang serasa seperti saudara,"ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement