Jumat 24 Jul 2020 22:13 WIB

Kalah di PTUN Soal Umroh, Asbihu NU: Kemenag Diuntungkan

Tanda tanya ini sudah hilang dengan dicabutnya SK tersebut.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kalah di PTUN Soal Umroh, Asbihu NU: Kemenag Diuntungkan (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kalah di PTUN Soal Umroh, Asbihu NU: Kemenag Diuntungkan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) kalah dari gugatan travel umroh sampai tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Karena itu, Kemenag wajib mencabut Surat Keputusan (SK) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah 323/201 tentang pedoman pendaftaran jamaah umrah (Siskopatuh).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihu NU), KH Hafidz Taftazani mengatakan, Kemenag sebenarnya sangat diuntungkan setelah kalah di pengadilan. Karena, menurut dia, sudah tidak ada lagi prasangka buruk atau suudzon terhadap Kemenag.

“Suudhon ini hilang dengan dicabutnya SK Dirjen itu. Maka, ini menguntungkan Kemenag karena hilangnya suudzon dari para silent mayority, yaitu penyelenggara yang selama ini gak berani ngomong apa-apa,” ujarnya saat ditemui di Kantor Asbihu NU, Jakarta Timur, Jumat (24/7).

Kaii Hafidz menjelaskan, selama ini setidaknya ada tiga dugaan terhadap Kemenag setelah menerbitkan SK Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 2019 lalu. Pertama, menurut dia, Kemenag dianggap telah menimbun uang jamaah umroh yang disetorkan penyelenggara.

Dalam SK Dirjen tersebut, Kemenag memang mengatur secara sepihak tentang besaran setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah umroh (BPIU) paling sedikit Rp 10 juta. Menurut Kiai Hafidz, ada juga penyelenggara yang membayar Rp 20 juta secara langsung.

Menurut dia, jika uang Rp 20 juta tersebut dikalikan 800 ribu jamaah, maka ada uang sebesar Rp 16 triliun yang menginap di Kemenag. Menurut dia, uang yang berada di Kemenag tersebut telah menimbulkan suudzon.  “Artinya ada uang Rp 16 Triliun yang nginep satu malam, ini orang yang tahu tentang keuangan ngerti, uang itu bisa diapakan, lalu akan menjadi apa, itu bank bisa menggunakan. Lah hukumnya seperti apa? itu uang orang. Ini tentu menjadi suudzon,” katanya.

“Ini tentu menjadi tanda tanya. Tapi tanda tanya ini sudah hilang dengan dicabutnya SK tersebut,” imbuhnya.

Kedua, lanjut dia, dengan diterapkannya sistem Sikopatuh terebut pihak bank yang bekerjasama dengan Kemenag juga diuntungkan. Karena, menurut dia, saat akan menyetorkan uang jamaah umroh para penyelenggara juga dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 5 ribu per jamaah.

“Saya yang biasanya setor uang ke rekening sebesar Rp 20 juta gak bayar. Tapi, ke Siskopatuh setor uang untuk jamaah saya kenapa harus ada administrasi Rp 5 ribu. Administrasi semacam ini kan dipertanyakan? Tapi, suudzon ini sudah terlepas dengan dicabutnya SK itu,” jelasnya.  

Ketiga, menurut Kiai Hafidz, selama ini para penyelenggara umrah sudah bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk menjamin keselamatan jamaah. Menurut dia, kerjasama tersebut saling menguntungkan karena ada pengembalian sekitar 15 sampai 25 persen kepada penyelenggara.  

“Misalnya kalau kita asuransinya Rp 50 ribu mereka mengembalikan ke kita Rp 5 ribu atau Rp 10 ribu. Tapi sekarang asuransi gak mau bayar kita, karena kita sekarang bayarnya pada bank dan bank bayar ke asuransi,” katanya.

“Kan itu menjadi aneh, terjadi suudzon lagi. Artinya saya sebagai perusahaan kehilangan momentum juga untuk mendapatkan keuntungan dari asuransi,” imbuhnya.

Namun, menurut dia, setelah dicabutkan SK Dirjen tersebut semua kecurigaan tersebut sudah hilang. Karena itu, menurut dia, kekalahan Kemenag di pengadilan sebenarnya sangat menguntungkan secara moral bagi Kemenag.

Dia pun berharap kedepannya Kemenag tidak mengeluarkan lagi kebijakan yang bisa menimbulkan kecurigaan dari para penyelenggara ibadah umrah. “Kita berharap tidak ada suudzon lain, SK Dirjen itu tidak menjelma menjadi SK lain yang isinya sama, yang tentu akan dirasakan sama,” tutupnya.

Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan 32 anggota Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) yang menggugat (SK) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah 323/201 tentang pedoman pendaftaran jamaah umrah (Siskopatuh).

Setelah dikabulkannya gugatan penggugat, secara otomatis Sistem Informasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) batal dan tidak boleh digunakan sebagai pedoman pendaftaran umrah. 

"Kami sangat mengapresiasi putusan PTUN Jakarta terhadap gugatan kami atas SK Dirjen PHU Nomor 323 Tahun 2019 tentang Siskopatuh," kata Kuasa Hukum Penggugat Hermanto saat dihubungi, Republika, Jumat (27/3).

Hermanto mengatakan, dengan putusan ini maka proses penyelenggaraan umroh melalui SK 323/Siskopatuh tidak berlaku lagi dan ditunda pelaksanaannya. Sehingga, penentuan secara sepihak besaran setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah umrah (BPIU) paling sedikit Rp 10 juta oleh Kemenag, tidak berlaku lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement