Senin 10 Aug 2020 10:22 WIB

Kuda-Kuda Kelaparan Akibat Ditutupnya Pariwisata Maroko

Kuda-kuda tersebut kehilangan mata pencahariannya setelah ditutupnya pariwisata.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Kuda-Kuda Kelaparan Akibat Ditutupnya Pariwisata Maroko. Seekor kuda yang sakit sedang diperiksa di Organisasi perlindungan binatang Society for the Protection of Animals Abroad (SPANA) di Marrakesh, Maroko.
Foto: AP Photo
Kuda-Kuda Kelaparan Akibat Ditutupnya Pariwisata Maroko. Seekor kuda yang sakit sedang diperiksa di Organisasi perlindungan binatang Society for the Protection of Animals Abroad (SPANA) di Marrakesh, Maroko.

REPUBLIKA.CO.ID, MARRAKESH -- Abdenabi Nouidi menjual kuda favoritnya seharga 150 dolar AS. Uang penjualan kudanya ini untuk memberi makan kuda-kuda yang lain.

Kuda-kuda tersebut kehilangan mata pencahariannya setelah ditutupnya pariwisata akibat pandemi Covid-19. Biasanya kuda-kuda itu akan mengangkut wisatawan yang berkunjung di kota Marrakesh, salah satu kota tujuan wisata di Maroko.

Baca Juga

Dilansir di Arab News, ribuan orang menggantungkan mata pencaharian mereka pada kuda gerbong. Sebuah kereta kuda tunggal di Marrakesh bisa mengangkut satu keluarga berisi empat hingga lima orang.

"Jika Anda memiliki toko, Anda bisa menutupnya. Jika Anda penjual barang, Anda bisa menyimpannya. Tapi bagaimana jika memiliki kuda, mereka butuh makan, minum dan perawatan medis," kata Abdeljalil Nouidi, salah seorang pengendara kuda yang tengah duduk di gerbong kuda di Lapangan Jemaa El-Fnaa.

 

Selama empat dekade, ia bersama saudara-saudaranya bekerja sebagai pengantar turis dengan kuda gerbong itu. Tapi sejak penutupan pariwisata, ia tidak bisa lagi bekerja seperti biasanya. Saudara-saudaranya yang lain, bahkan sudah menjual tujuh kuda favorit mereka sejak Juli. 

“Ini bukan sesuatu yang bisa saya maafkan dengan mudah kepada diri saya sendiri,” ujarnya.

Dengan tidak adanya pekerjaan pengangkutan, rutinitas kuda mereka telah terganggu, termasuk jatah makanan juga menipis. Pandemi ini, telah menyulitkan hidupnya dan kuda-kudanya.

Organisasi perlindungan binatang Society for the Protection of Animals Abroad (SPANA), mengatakan ratusan kuda dan keledai Maroko terancam di tengah runtuhnya industri pariwisata. Mereka termasuk di antara 200 juta kuda, keledai, unta, dan gajah di seluruh dunia yang menyediakan berbagai mata pencaharian bagi lebih dari setengah miliar orang.

Afrika Utara telah menutup negaranya sejak kasus corona terkonfirmasi untuk pada 2 Maret. Baru-baru ini, pemerintah juga mengeluarkan larangan perjalanan domestik ke delapan kota, termasuk Marakkesh.

SPANA telah membantu pemilik gerbong menyediakan kebutuhan dasar untuk kuda mereka ketika Covid-19 mencapai Maroko. SPANA mengirimkan pakan selama tiga bulan ke hampir 600 kuda di kota dan kota tetangga Aït Ourir selama karantina wilayah.

"Sudah kami duga ketika karantina pertama kali diberlakukan, bahwa (akan) banyak hewan pekerja Marrakesh membutuhkan bantuan kami atau menghadapi hasil yang mengerikan," kata kepala dokter hewan di pusat SPANA di Marrakesh, Hassan Lamrini dilansir dari Arab News, Senin (10/8).

SPANA di lingkungan kelas pekerja, adalah kiblat bagi ribuan hewan pekerja di kota. Sejak 1988, tim dokter hewan dan teknisi telah merawat keledai, bagal, dan kuda secara gratis.

Lamrini mengatakan pusat kesehatan itu telah menangani peningkatan jumlah kasus kolik, sakit perut yang menyebabkan komplikasi pada sistem pencernaan, seringkali karena kekurangan gizi. Kolik bisa berakibat fatal.

“Tidak banyak hal di dunia ini yang lebih penting bagi saya selain merawat hewan-hewan ini. Mereka adalah seluruh hidup saya,” kata Boujamaa Ninich, yang telah mendedikasikan 50 tahun hidupnya bekerja dengan SPANA.

Dia juga bisa menghabiskan berminggu-minggu tidur di sebuah ruangan kecil untuk memastikan hewan-hewan tetap dirawat ketika malam. "Hewan-hewan tersebut memberi begitu banyak kepada pemiliknya. Sangat sedikit yang bisa kami berikan kembali," katanya.

Kota Marrakesch saat ini hampir kosong. Alun-alun Jamma El Fnaa yang biasanya ramai dengan pedagang asongan, penjual makanan, dan penari ular telah kosong.

“Hanya pariwisata yang dapat menyelamatkan kami dari malapetaka ini,” kata Belghaoute, pengemudi kereta kuda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement