Kamis 08 Oct 2020 15:21 WIB

Halal Corner: UU Ciptaker Lumpuhkan Fungsi MUI

Peraturan baru sertifikasi halal dalam UU Ciptaker bertentangan dengan UU JPH.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Fakhruddin
Halal Corner: UU Ciptaker Lumpuhkan Fungsi MUI. Ilustrasi Makanan Halal
Foto: dok. Republika
Halal Corner: UU Ciptaker Lumpuhkan Fungsi MUI. Ilustrasi Makanan Halal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Omnibus Law terus menuai pro dan kontra usai disahkan Senin (5/10) tengah malam lalu. Salah satu ketentuan dalam UU Ciptaker yang banyak dikritisi adalah pasal yang menyinggung sertifikasi produk halal.

Sebelum kedatangan UU Ciptaker, sistem sertifikasi produk halal telah diatur dalam UU Jaminan Produk Halal (UU JPH). Salah satu pasal dalam UU Ciptaker, bertuliskan, "sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan BPJPH berdasarkan fatwa halal."

Founder sekaligus CEO Halal Corner, Aisha Maharani menganggap peraturan baru sertifikasi halal dalam UU Ciptaker ini jelas bertentangan dengan UU JPH sekaligus melemahkan posisi MUI sebagai lembaga fatwa.

"Lalu fungsi MUI apa? yang beri fatwa itu seharusnya MUI, tapi kenapa malah mau diambil alih. Di poin ini terlihat pemerintah ingin melakukan percepatan pengurusan sertifikasi halal, dengan mereduksi fungsi MUI," ujar Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/10).  

Dalam UU tersebut tertera pula bahwa pelaku usaha dapat mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada ormas-ormas Islam yang diakui. Menurut Aisha, poin ini sangat riskan, mengingat pandangan antara satu ormas dengan ormas lain yang tak jarang berbeda.

"Ormas-ormas itu bisa saja berbeda pegangan fikihnya. Bisa saja produsen mengajukan sertifikasi halal ke ormas A dan ditolak, lalu dia mencoba ke ormas lain dan ternyata diterima. Ini gimana!? padahal MUI ini menaungi 60 lebih ormas, dimana mereka rembuk bersama untuk mengeluarkan fatwa, dan hasil yang sudah jelas kredibel. Lalu buat apa dipecah-pecah lagi?!" tegas Aisha.

Menurutnya, kehadiran UU Ciptaker tidak begitu diperlukan, terlebih dalam regulasi produk halal, mengingat masih adanya UU Jaminan Produk Halal, yang hingga saat ini saja masih perlu dikoreksi, kata Aisha. "Ketergesa-gesaan pemerintah dalam mengesahkan UU Ciptaker yang belum 'matang' ini juga sangat beresiko," sambungnya.

"UU Ciptaker ini sebenarnya tidak harus ada, karena UU Jaminan Produk Halal saja masih banyak yang perlu dikoreksi dan belum 100 persen berjalan, lalu BPJPH juga baru satu tahun disahkan, dimana pengelolaan teknis pendaftaran yang basic saja belum sempurna, ini malah ditambah dengan UU lain. apa tidak pusing?" tegasnya.

"Jadi bukannya meningkatnya kualitas sertifikasi halal itu sendiri, tapi justru memberikan celah terjadinya hal yang tidak diharapkan selama proses sertifikasi halal, dengan alibi percepatan prosedur. Yang dikhawatirkan, orang-orang akan menjadi antipati dan merendahkan fungsi sertifikat halal," ujar Aisha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement