Ahad 11 Oct 2020 09:38 WIB

Nahdliyin: Narasi Silahkan Gugat ke MK Undang Kesalahpahaman

Rais PCNU harap narasi presiden Jokowi tersebut harus disikapi dengan hati-hati.

Rais Syuriah PCINU Australia dan Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen.
Foto: google.com
Rais Syuriah PCINU Australia dan Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan Nahdliyin terus mempersoalkan UU Ciptakerja. Mereka menyatakan keinginan dan anjuran untuk mengajukan undang-undang ini ke MK sesegara tak terlalu tepat. Semua pihak dan ormas Islam perlu banyak mengkajinya karena aturan di perundangan tersebut sangat rumit dan banyak konsekuensi hukumnya.

Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCNIU) Australua dan Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen atau yang akrab dipanggil Gus Nadir pun iku bersikap. Dia merespons sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempersilakan masyarakat untuk mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, narasi presiden Jokowi tersebut harus disikapi dengan hati-hati.

“Kami berpandangan bahwa narasi silakan menggugat ke MK itu benar, namun jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman,” ujar Gus Hadir melalui keterangan tertulis yang diterima ihram.co.id Sabtu (10/10).

Rais Syuriah PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Australia dan Selandia Baru ini mengatakan, yang akan digugat ke MK itu harus jelas pasal yang mau dipermasalahkan. Kalau pun dikabulkan, kata dia, maka yang akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat saja, sementara pasal yang lain aman.

Menurut Gus Nadir, jika pasal yang digugat dan dibatalkan MK itu sangat krusial dalam UU Cipta Kerja, maka ada peluang bagi MK untuk membatalkan UU CK secara keseluruhan. Namun, mengingat UU CK bicara tentang banyak bidang, maka tampaknya tidak akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkan UU CK. 

“Artinya, narasi silakan gugat ke MK itu hanya terbatas pada pasal yang dianggap bermasalah saja. Ini membutuhkan usaha ekstra untuk menggugat UU CK per bidang dan per pasal. Ini perlu kerja sama semua pihak terkait yang hendak melakukan uji materi ke MK,” ucapnya.

Gus Nadir melanjutkan, tidak semua pasal bisa digugat ke MK, yang bisa hanya yang bertentangan dengan UUD 1945. Menurut dia, terkadang norma hukum dalam Uundang-undang yang bersifat teknis kebijakan tidak bisa digugat karena ketiadaan pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan argumen.

“Misalnya, apakah soal upah buruh di UU CK bisa dicarikan pasal cantolan di UUD 1945 untuk membatalkannya? Kalau soal wewenang pemerintah pusat dan daerah tentu bisa ada cantolannya. Tapi soal kewenangan fatwa halal pada MUI gimana menggugatnya? Bertentangan dengan pasal 29?,” ungkapnya.

Menurut Gus Nadir, tidak mudah membuktikan hal itu. Karena itu, menurut dia, harus hati-hati jika ingin menggugat ke MK dengan memperkuat argumen-argumen yang dapat dijadikan dalil gugatan. “Kesimpulannya, silakan gugat ke MK tapi tidak semua hal bisa digugat dan belum tentu gugatan yang diterima itu bisa membatalkan UU CK secara keseluruhan,” jelas Gus Nadir.

Dia pun berpesan agar akademisi, tokoh masyarakat, dan ormas bekerjasama untuk menggalang pemahaman soal subtansi UU CK yang bertentangan dengan konstitusi. Karena, menurut dia, gugatan tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru dan tanpa melalui sosialisasi ke publik.

“Semua harus mendengar keberatan sejumlah pihak terhadap UU CK. Kalau tidak, elemen civil society akan melakukan langkah yang sama kelirunya dengan DPR yang terburu-buru membahas UU CK ini. Tentu ini harus dihindari bersama,” tutupnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement