Rabu 28 Oct 2020 21:36 WIB

Daik, Pulau Sunyi di Ibu Kota Negeri

Pedagang makanan siap saji di pusat Pemerintahan Lingga juga sulit ditemukan.

Daik, Pulau Sunyi di Ibu Kota Negeri
Foto: linasasmita.com
Daik, Pulau Sunyi di Ibu Kota Negeri

IHRAM.CO.ID,LINGGA -- Deru mesin kapal menggema hingga terdengar dari dalam ruang Feri MV Gembira 5 dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjungpinang menuju Pelabuhan Pancur, Daik Lingga. Pagi itu, jarum jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Para penumpang feri bersiap berlayar menuju pulau-pulau di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.

Pulau-pulau yang disinggahi antara lain Pulau Benan, Tajur Biru, Duyung, Senayang hingga Pulau Pancur. Selama berlayar, dari balik jendela kaca kapal tampak nelayan tradisional beradu nasib di atas gelombang laut yang kurang bersahabat. Di dekat pulau-pulau yang dilalui kapal juga tampak kelong, alat tangkap ikan yang menyerupai rumah.

Pulau Benan menunjukkan keindahan alamnya, yang selama ini menjadi salah satu destinasi Kabupaten Lingga. Benan cukup ternama bagi warga Tanjungpinang yang suka berlibur di daerah pesisir.

Rumah-rumah warga di bibir Pulau Benan pun tampak sederhana, tidak terlalu padat. Rumah panggung sederhana yang terbuat dari papan dan kayu juga tampak di Pulau Duyung dan Tanjur Biru. Nelayan menggunakan perahu kecil untuk menangkap ikan.

Selama 4 jam berlayar, berayun di atas gelombang yang terkadang tidak bersahabat, MV Gembira 5 tiba di Pelabuhan Pancur, di Pulau Daik. Setiap penumpang diidentifikasi oleh petugas dari Dinas Kesehatan setelah diperiksa suhu tubuhnya.

Perjalanan di daratan pulau yang berhadapan dengan Gunung Daik pun dimulai. Di pelabuhan itu tidak terlalu banyak aktivitas, termasuk pedagang makanan siap saji.

Menuju pusat pemerintahan Kabupaten Lingga, ternyata masih membutuhkan waktu sekitar satu jam dengan menggunakan ojek atau pun bus dari Pelabuhan Pancur. Ongkos ojek ke Daik Rp100.000, sedangkan bus yang tunggu di halte hanya Rp16.000.

Perjalanan menuju Daik, ibu kota Kabupaten Lingga melintasi jalan sempit. Salah satu kawasan yang dilalui Sungai Besar. Di Sungai Besar terdapat pemukiman penduduk, meskipun tidak padat. Di lokasi itu tampak sawah yang ditumbuhi padi. Ada pula sejumlah petakan sawah yang sudah tidak terurus, ditumbuhi semak belukar.

Bus berhenti di kawasan di Daik. Seluruh penumpang turun. "Ya, inilah Daik, seperti perkampungan," ucap Rico, salah seorang penumpang bus.

Di Daik terdapat sejumlah tempat penginapan sederhana, salah satunya Wisma Lingga Pesona. Di tempat penginapan ini, sepi pengunjung. "Kamar banyak yang kosong," kata Firman, salah seorang pelayan di wisma tersebut.

Suasana di Daik tampak sepi. Para pedagang mulai bersiap-siap menutup usahanya. Mereka mulai berjualan pagi hingga sore hari. Jumlah ruko di Daik pun tidak terlalu banyak. Warga juga memanfaatkan kediamannya untuk berjualan.

Pedagang makanan siap saji di pusat Pemerintahan Lingga juga sulit ditemukan. Kawasan tersebut juga gelap gelita karena tidak ada lampu jalan.

 

Tidak Ada Investasi

Sejumlah pihak pesimistis Daik dapat berkembang pesat, seperti ibu kota kabupaten di daerah lainnya. Salah satu penyebabnya, aktivitas perekonomian yang tidak tumbuh pesat.

"Tidak ada investasi baik berskala besar maupun sedang di Daik," kata Wakil Ketua DPRD Lingga Aziz Martindas.

Selain Azis, sejumlah tokoh pemuda di Daik juga bersuara kritis terhadap pemerintah, yang dinilai gagal dalam membangun Daik sebagai ibu kota Kabupaten Lingga.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement