Ahad 22 Nov 2020 13:51 WIB

Masjid Jogokariyan Buktikan Hadir di Masyarakat Saat Pandemi

Masjid Jogokariyan memiliki dana kas sendiri untuk kebencanaan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Masjid Jogokariyan Buktikan Hadir di Masyarakat Saat Pandemi (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Masjid Jogokariyan Buktikan Hadir di Masyarakat Saat Pandemi (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Masjid Jogokariyan yang terletak di Yogjakarta sejak 2004 menempatkan diri sebagai masjid tanggap bencana. Ketua Dewan Syura Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Muhammad Jazir ASP, menyebut pihaknya telah menyiapkan berbagai hal jika terjadi bencana yang melanda wilayahnya maupun Indonesia.

Menyebarnya pandemi Covid-19 di Indonesia, disebut bisa dipandang sebagai sebuah peluang agar masjid semakin hadir mendampingi masyarakat. Masjid Jogokariyan sendiri sejak awal kemunculan wabah telah mengambil langkah dengan mengumumkan tidak akan pernah menutup masjid.

"Masjid tidak akan pernah ditutup apapun alasannya. Kedua, karena pandemi ini, masjid harus menjadi benteng pertahanan umat dari berbagai sisi," ujar Ustaz Jazir dalam webinar yang digelar Republika berjudul "Peran Masjid di Era Pandemi", Sabtu (21/11).

Masjid Jogokariyan memiliki dana kas sendiri untuk kebencanaan. Total saat pandemi awal melanda, kas tersebut berjumlah Rp 400 juta. Dengan dana yang ada, masjid langsung melakukan upaya perlindungan kepada masyarakat dan jamaah.

 

Dana ini dikumpulkan dari penghasilan masjid setiap ada usaha. Konsep masjid tanggap bencana digaungkan mengingat Indonesia merupakan negara yang rentan akan bencana.

Beberapa usaha yang dilakukan masjid untuk membantu masyarakat adalah membagikan masker gratis. Masker-masker ini dibuat oleh pekerja harian yang kehilangan pekerjaannya karena  Covid-19. Masjid memberdayakan mereka dengan menyiapkan kain dan setiap masker yang sudah jadi dihargai Rp 1.500.

"Ada 36 pekerja yang menjahit, sehari minimal menghasilkan 75 masker. Bahkan ada yang bisa menghasilkan 150 masker perhari," lanjutnya.

Tak hanya itu, Masjid Jogokariyan juga memberdayakan juru masak hotel atau restoran yang diberhentikan tanpa pesangon. Mereka diminta untuk membuat bumbu masak yang kemudian dijual melalui badan usaha masjid. Dengan jenama Jogokariyan, produk ini telah terjual di seluruh Indonesia.

Cairan penyanitasi tangan juga dibagikan gratis kepada jamaah dan masyarakat sekitar. Total saat awal pandemi, masjid ini membagikan 10ribu cairan penyanitasi tangan yang bisa diisi ulang di Masjid Jogokariyan.

Terkait pembagian cairan penyanitasi ini, Ustaz Jazir menyebut pihaknya sempat mengalami kendala mendapatkan alkohol dalam jumlah besar. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak masjid melakukan inisiasi dengan memanfaatkan singkong. Bahan makanan diolah menjadi tape untuk mendapatkan etanol atau alkohol. Hasilnya, alkohol ini dimanfaatkan untuk pembuatan cairan penyanitasi, cairan desinfektan, bahkan sabun cuci tangan.

"Kondisi saat pandemi justru membuat kita mandiri dan melakukan inovasi. Pengrajin dan pengusaha batik sempat khawatir jualan lesu karena tidak tidak ada yang membeli baju baru. Akhirnya kita inisiasi membuat sajadah batik dan menggunakan logo Jogokariyan. Ini kesempatan agar ekonomi kita bangkkit," lanjutnya.

Ustaz Jazir menegaskan menyebarnya pandemi Covid-19 bukan berarti penghalang dan penghambat aktivitas maupun ide-ide kreatif. Hadirnya musibah memiliki dua sisi dimana salah satunya berisi banyak peluang. Ada banyak manfaat dan nilai positif yang bisa diraih. Bagi orang Islam, bencana ini merupakan sebuah peluang besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement