Jumat 27 Nov 2020 11:40 WIB

Jam Rolex, Tas LV, dan Kronologi Perkara Suap Menteri Edhy

Menteri Kelautan Edhy Prabowo ditangkap KPK

Rep: Andri Saubani/ Red: Elba Damhuri
Ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo.
Foto: Republika
Ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo.

IHRAM.CO.ID --- oleh Rizkyan Adiyudha

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11) malam resmi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka penerimaan suap bersama dengan lima orang lainnya. Total uang suap yang diterima para tersangka dalam kasus ini capai Rp 9,8 miliar.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan kronologi perkara suap tersebut. Kasus bermula saat Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Dia lantas menunjuk dua staf khusus menteri, Andreau Pribadi Misata (APM) dan Safri (SAF) sebagai Ketua serta Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.

"Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," kata Nawawi dalam konferensi pers, Rabu (25/11).

SAF lantas ditemui Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT) pada awal Oktober 2020. Dalam pertemuan itu membicarakan bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin (AM) dengan APM dan pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD).

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT Aero Citra Kargo sebesar Rp 731,5 juta. Selanjutnya perusahaan tersebut memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT Aero Citra Kargo terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja (YSA). Uang yang masuk ke rekening perusahaan itu diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.

ABT kemudian melakukan transfer ke rekening salah satu bank atas nama staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF) sebesar Rp 3,4 miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, IRW, SAF dan APM untuk belanja barang mewah di Honolulu AS ditanggal 21 sampai dengan 23 November.

Uang sekitar Rp 750 juta lalu dibelanjakan diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy. Edhy kemudian diduga menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS pada Maret lalu dari SJT melalui SAF dan Amiril Mukminin (AM). Selain itu SAF dan APM pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari AF.

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan dilanjutkan dengan gelar perkara maka KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya," kata Nawawi.

Edhy Prabowo selanjutnya diciduk penyidik KPK saat turun dari pesawat All Nippon Airways NH835 yang mendarat di Terminal 3 bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11) dini hari WIB. Dia diamankan setelah pulang dari kunjungan kerja ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Pada Rabu malam, KPK menetapkan Edhy bersama dengan lima pemerima suap lainnya dan satu orang pemberi suap sebagai tersangka. Edhy bersama dengan lima orang penerima suap diduga mendapatkan pemberian dengan total Rp 9,8 miliar.

KPK menetapkan tujuh tersangka yaitu sebagai penerima:

1. EP (Edhy Prabowo), Menteri Kelautan dan Perikanan

2. SAF (Safri) Staf Khusus Menteri KKP

3. APM; (Andreu Pribadi Misata), staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence)

4. SWD; (Siswadi) pengurus PT Aero Citra Kargo

5. AF; (Ainul Faqih), staf istri Menteri KKP

6. AM (Amril Mukminin), Sespri Menteri KKP

Selanjutnya sebagai pemberi:

1. SJT (Suharjito) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa

Enam orang tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam konferensi pers tersebut juga ditunjukkan sepeda yang belum dirakit, sepatu, tas, jam tangan sebagai barang bukti pembelian barang dari hasil suap.

"Ini adalah kecelakaan yang terjadi dan saya bertanggung jawab atas ini semua," kata Edhy Prabowo usai konferensi pers penetapan tersangka di Jakarta, Rabu (25/11).

Edhy mengatakan, siap mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Wakil Ketua Umum Gerindra ini mengaku tidak lari dan saya akan membeberkan apa yang menjadi dan apa yang telah dia lakukan.

Menurutnya, hal tersebut menjadi tanggung jawab penuh kepada dunia dan akhirat. Dia mengaku siap menjalani seluruh proses pemeriksaan yang akan dilakukan oleh lembaga antirasuah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement