Kamis 10 Dec 2020 05:54 WIB

FPI : Kasus Penembakan Laskar sebagai Extrajudicial Killing

Kapolda Metro Jaya menilai anaknya buahnya menembak laskar karena diserang

Rep: Febryan. A / Red: Muhammad Subarkah
Polisi berjaga di area pintu akses mobil ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (8/12). Jenazah laskar FPI yang ditembak di Tol Jakarta-Cikampek itu telah selesai diautopsi dan telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Polisi berjaga di area pintu akses mobil ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (8/12). Jenazah laskar FPI yang ditembak di Tol Jakarta-Cikampek itu telah selesai diautopsi dan telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka. Republika/Putra M. Akbar

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Front Pembela Islam (FPI) menilai tindakan polisi yang menembak mati enam laskar FPI adalah pembunuhan di luar proses hukum atau extrajudicial killing.

Hal itu disebutkan FPI dalam siaran pers resminya, yang salah satu poinnya meminta Komnas HAM memperluas keterlibatan publik dalam proses investigasi.

"Kami mendorong pihak Komnas HAM untuk memperluas keterlibatan badan partisipasi publik dengan merekrut komisioner ad hoc dari kalangan masyarakat sipil yang profesional dan independen serta berintegritas untuk menjadi anggota tim pencari fakta dalam peristiwa extra judicial killing ini," demikian bunyi keterangan pers resmi FPI yang ditandatangani Ketua Umum FPI KH Ahmad Shabri Lubis dan Sekretaris Umum FPI Munarman di Jakarta, Rabu (9/12).

FPI kembali menyebut frasa extrajudicial killing ketika memohon doa dan dukungan dari masyarakat. "Apalagi pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing ini terjadi bertepatan di momen hari HAM sedunia pada 10 Desember," kata Shabri.

Potensi pembunuhan di luar hukum

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid menilai tindakan kepolisian terhadap anggota FPI berpotensi menjadi unlawful killing alias pembunuhan di luar hukum.

Dia mengatakan, polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api sebagai 'ultimum remedium' atau upaya terakhir. Ultimatum remdediun juga harus berdasarkan kondisi objektif serta situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya atau orang lain.

"Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hakikatnya adalah kejahatan “crime” dan dapat diusut secara hukum," katanya, Rabu.

Sedangkan menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, anak buahnya terpaksa melepaskan tembakan karena mereka diserang para laskar menggunakan senjata api dan senjata tajam. "Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang, kemudian melakukan tindakan tegas terukur (menembak)," kata Fadil di Mapolda Metro Jaya, Senin.

Sebelumnya, terjadi bentrokan antara polisi dan laskar pengawal pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) pukul 00.30 WIB. Dalam insiden itu, polisi menembak mati enam orang laskar FPI.  

Kronologi peristiwa ini simpang siur. Menurut keterangan polisi, aparat terpaksa menembak laskar FPI karena para laskar itu menyerang polisi dengan senjata api dan senjata tajam.

Sedangkan menurut pihak FPI, keterangan polisi itu tidak benar. Sebab, para laskar lah yang diserang polisi. Selain itu laskar FPI diklaim tak pernah menggunakan senjata api maupun senjata tajam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement