Rabu 23 Dec 2020 06:57 WIB

Hubungan UEA dengan Israel Sakiti Hati Rakyat Palestina

Kesepakatan UEA dengan Israel menjadi hal paling menyakitkan dibanding negara lain

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Bendera Palestina
Foto: Abdan Syakura_Republika
Bendera Palestina

IHRAM.CO.ID, YERUSSALEM -- Uni Emirat Arab telah memulai normalisasi hubungan dengan Israel pada September lalu. Kesepakatan damai ini sangat bersejarah karena selama ini negara-negara Timur Tengah yang tergabung dalam Liga Arab menolak hubungan diplomatik dengan Israel demi membela Palestina.

Pakar hubungan internasional dan politik yang juga merupakan warga Yerussalem, Jalal Abukhater menyebut Keputusan ini telah melukai perasaan warga Palestina. Ia mengatakan kesepakatan UEA dengan Israel menjadi hal yang paling menyakitkan dibanding negara-negara Arab lain yang melakukan normalisasi hubungan.

"Meskipun setiap kesepakatan normalisasi yang dilakukan Israel dengan negara Arab tidak diragukan lagi menyakiti kami, tidak ada satu pun yang menyakitkan bagi kami seperti yang ditandatangani oleh Uni Emirat Arab.  Setelah kesepakatan, ketidaksenangan populer terlihat di jalan-jalan Maroko, Sudan dan bahkan Bahrain.  Kami tahu bahwa massa di negara-negara ini sangat menentang keputusan yang dibuat oleh para pemimpin politik mereka, dan ini merupakan penghiburan bagi kami," katanya dilansir dari Aljazeera, Selasa (22/12).

"Tetapi situasinya berbeda di UEA.  Emirat, di setiap tingkat masyarakat mereka dari pemimpin politik hingga warga negara biasa, keluar untuk mendukung hubungan yang hangat dan nyaman dengan Israel," tambahnya.

Menurutnya, salah satu perkembangan yang paling mengejutkan dan membuat marah dalam hubungan kedua negara adalah soal pengabaian visa bersama yang pertama antara Israel dan negara Arab.  Setelah penandatanganan perjanjian, maskapai Emirat dan Israel dengan cepat mengumumkan penerbangan langsung antara kedua negara.  

Setelah maskapai dua negara mulai membuka rute perjalanan, banyak warga UEA yang berkunjung ke Yerussalem. Mereka dengan bebas datang ke Masjid Al-Aqsa dengan perlindungan kepolisian Israel.

"Kedatangan ratusan orang Emirat di Israel untuk menikmati situs bersejarah Yerusalem dan beribadah di Masjid Al-Aqsa menjadi tamparan bagi kami. Padahal jutaan warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza, hanya dua lusin kilometer dari Al-Aqsa, selama ini hanya bisa bermimpi menginjakkan kaki di masjid yang merupakan situs tersuci ketiga dalam Islam,"tuturnya.

Jalal menjelaskan, warga Palestina Yerusalem sebenarnya sudah terbiasa melihat peziarah Muslim dari Turki, Malaysia, Indonesia, atau negara mayoritas Muslim non-Arab lainnya di Al-Aqsa. Tetapi wisatawan dari UEA aaat ini menjadi pengecualian karena hubungannya dengan Israel.

"Jutaan orang Palestina yang tinggal di Palestina ditolak aksesnya tidak hanya ke Al-Aqsa tetapi juga seluruh Yerusalem oleh rezim pendudukan Israel.  Selama dua dekade terakhir, Israel telah membangun sistem pos pemeriksaan yang kompleks, didukung oleh Tembok Apartheid, untuk menyangkal kebebasan bergerak warga Palestina di tanah air mereka sendiri.  Seluruh generasi Palestina di Tepi Barat dan Gaza tumbuh tanpa pernah menginjakkan kaki di Al-Aqs,"jelasnya.

Dia menjelaskan, UEA berulang kali mengklaim bahwa normalisasi antara UEA dan Israel pada akhirnya akan "menguntungkan" bagi Palestina. Namun Jalal menyebut pernyataan tersebut tidak logis.

"Saya kesulitan melihat logika apa pun dalam asumsi ini.  Semua bukti saat ini menunjukkan kesepakatan normalisasi ini semakin menguatkan Israel dan apartheidnya.  Lagi pula, tidak ada negara normalisasi, dan terutama UEA, yang menantang Israel atas pendudukan ilegal selama puluhan tahun di wilayah Palestina atau perlakuan tidak manusiawi terhadap warga Palestina," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement