Sabtu 06 Feb 2021 10:04 WIB

Lokasi Bencara Sulawei Barat Rawan Penularan Covid-19

Relawan medis terinfeksi Covid-19, lokasi bencana Sulawesi Barat riskan penularan.

Lokasi bencana gempa (ilustrasi).
Foto: Anadolu Agency
Lokasi bencana gempa (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA  -- Sejumlah relawan medis terinfeksi Covid-19 dalam penanganan gempa bumi di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat.

Dokter ortopedi sekaligus relawan dari Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) Helmiyadi mengatakan selama dia berada di Mamuju, banyak rekan-rekannya yang terinfeksi saat berada di sana maupun setelah pulang bertugas.

Helmi sendiri bertugas sebagai relawan di Mamuju pada 15-22 Januari 2021, kemudian sempat pulang ke Makassar dan kembali ke Mamuju pada 1-5 Februari 2021.

Beberapa kasus positif yang dia tahu terdeteksi ketika tes saat hendak menjalankan operasi medis untuk korban gempa. Sebagian lainnya terdeteksi karena harus tes ketika hendak kembali ke kota asal setelah bertugas.

“Situasi terakhir selain relawan dan dokter, pasien dan petugas kamar operasi juga banyak yang kena,” Helmi kepada Anadolu Agency melalui sambungan telepon, Jumat.

“Mereka isolasi di tenda milik BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana),” lanjut dia.

Menurut Helmi, penerapan protokol kesehatan di lokasi bencana masih sangat longgar terutama di kalangan warga yang menjadi korban.

Banyak korban bencana yang enggan menggunakan masker, termasuk pasien yang dia tangani.

“Ada pasien yang mau dioperasi, ketika diminta untuk pakai masker jawabannya ‘apa itu Covid-19 itu bohong dok’. Kami berusaha menasehati saja,” ujar Helmi.

Dokter emergensi dari Emergency Medical Team (EMT) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tri Maharani mengatakan penanganan bencana berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19.

Sebanyak 105 orang positif dari 150 sampel relawan yang diperiksa dengan tes PCR pada Kamis.

Data ini dapat dilihat di Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, berdasarkan pemeriksaan RT-PCR Laboratorium Bergerak Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Makassar yang diperbantukan di Sulawesi Barat.

“Ini berarti kan rate-nya 70 persen. Ini semua relawan, kalau di tengah masyarakat bisa jadi lebih banyak lagi,” kata Tri kepada Anadolu Agency.

Menurut Tri, penerapan protokol kesehatan di lokasi bencana masih sangat longgar dan penanganan bencana tidak disiapkan dengan baik untuk situasi pandemi.

Banyak masyarakat yang tidak disiplin menggunakan masker, hingga tidak percaya dengan Covid-19 dan enggan diisolasi ketika hasil tesnya menunjukkan positif karena tidak bergejala.

“Stigma masyarakat ini harus dibenahi. Ada mobil tes PCR yang didatangkan dari Jakarta untuk tes, tapi justru dimusuhi oleh masyarakat,” kata dia.

Selain itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 terkesan tidak siap dengan protokol penanganan bencana di tengah pandemi.

Tri mengatakan sudah saatnya Satgas Covid-19 menyiapkan hunian sementara yang terpusat sebagai tempat isolasi bagi warga maupun relawan yang positif Covid-19, mengingat masa tanggap darurat sudah berlalu. Sejauh ini isolasi mandiri dilaksanakan di tenda khusus.

Risiko penularan di lokasi bencana juga bertambah tinggi dengan banyaknya relawan yang tidak melalui tahap screening Covid-19 ketika berkunjung ke lokasi bencana.

“Seharusnya ada sistem safety relawan dalam melaksanakan tugas di lapangan. Perlu assessment kebutuhan jumlah dan spesifikasi relawan sesuai kebutuhan,” ujar Tri.

Dia mengatakan keamanan relawan perlu dijamin, selain untuk mengurangi risiko terhadap korban bencana yang ditangani.

Selain itu, ketiadaan screening dan pengawasan terhadap keamanan relawan juga berisiko membuat kasus Covid-19 menyebar ke daerah asal mereka begitu selesai bertugas di lokasi bencana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement