Rabu 10 Feb 2021 12:01 WIB

Perbedaan Haji dan Umroh Menurut Waktu

Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umrah adalah dari segi durasi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Perbedaan Haji dan Umroh Menurut Waktu (ilustrasi).
Foto: Saudi Press Agency/Handout via Reuters
Perbedaan Haji dan Umroh Menurut Waktu (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Ibadah haji dan umrah merupakan dua jenis ibadah yang memiliki banyak persamaan dalam beberapa hal. Namun haji dan umrah ini punya beberapa perbedaan yang prinsipil dalam beberapa hal, di antaranya terkait waktu atau durasi lamanya ibadah haji dan umrah.

"Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umrah adalah dari segi durasi atau lamanya kedua ibadah itu," kata Ustaz Ahmad Sarwat Lc.MA dalam bukunya Ibadah Haji:Rukum Islam Kelima.

Ustaz Amhmad mengatakan, secara teknis praktek di lapangan, rangkaian ritual ibadah haji lebih banyak memakan waktu dibandingkan dengan ibadah umrah. Orang melakukan ibadah haji paling cepat dilakukan minimal empat hari, yaitu tanggal 9-10-11-12 Dzulhijjah. 

"Itu pun bila dia mengambil nafar awal. Sedangkan bila dia mengambil nafar tsani, berarti ditambah lagi menjadi 5  hari," katanya.

Sementara durasi ibadah umrah hanya membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam  saja. Karena secara praktek, kita hanya  butuh 3 pekerja ringan, yaitu berihram dari miqat, bertawaf tujuh kali putaran di sekeliling Ka’bah, lalu berjalan kaki antara Shafa dan Marwah tujuh kali putaran, dan bercukur lalu selesai.

Sehingga lepas dari masalah hukumnya  boleh atau tidak boleh sesuai perbedaan pendapat ulama, seseorang bisa saja  menyelesaikan satu rangkaian ibadah  umrah dalam sehari sampai dua atau  tiga kali.  Bahkan bisa sampai berkali-kali. 

Selain itu, Ibadah haji membutuhkan  kekuatan fisik lebih besar dan kondisi kesehatan tubuh yang  prima. Hal itu  karena ritual ibadah haji memang jauh  lebih banyak dan lebih rumit, sementara  medannya pun juga tidak bisa dibilang  ringan, sehingga ritualnya juga sedikit lebih sulit untuk dikerjakan.

Di ketiga tempat yaitu Arafah,  Muzdalifah dan Mina, memang  prinsipnya jamaah tidak melakukan  apaapa sepanjang hari. Jamaah hanya  diminta menetap saja, boleh makan, minum, istirahat, buang hajat, tidur, ngobrol atau apa saja, asal tidak  melanggar larangan ihram. 

"Kecuali di mina, selama tiga hari kita diwajibkan melakukan ritual melontar  tiga jamarat yaitu Jumratul Ula, Jumrah  Wustha dan Jumrah Aqabah," katanya.

Teorinya sederhana tetapi karena  momentumnya berbarengan dengan  jutaan manusia dalam waktu yang amat  sempit ternyata urusan wuquf di Arafah, bermalam di Muzdalifah sampai urusan  melontar ini menjadi tidak mudah. Karena berdesakan dengan tiga jutaan  manusia dari berbagai bangsa.  

"Seringkali terjadi dorong-dorongan  hingga menimbulkan korban nyawa  yang tidak sedikit," katanya.

Dan karena terjadi pergerakan massa  dalam jumlah jutaan, antara Mina,  Arafah, Muzdalifah dan juga kota  Makkah, maka seringkali jatuh korban,  baik luka, sakit atau pun meninggal  dunia. Dan mengatur tiga juga manusia  yang berlainan bahasa, adat, tradisi dan  karakter bukan perkara yang mudah. 

"Semua itu tidak terjadi dalam ibadah  umrah, karena tidak ada tumpukan  massa berjuta dan tidak sampai terjadi  pergerakan massa dari satu tempat ke tempat lain," katanya.

Sebab Ka’bah dan Shafa Marwah berada di satu titik, yaitu di dalam masjid  AlHaram. Lagi pula umrah boleh  dikerjakan kapan saja, tidak ada durasi waktu yang membatasi. Maka ibadah  umrah lebih sedikit dan singkat, karena  hanya mengitari Ka’bah tujuh kali dan berjalan bolak-balik dari Safa dan Marwah tujuh kali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement