Sabtu 10 Apr 2021 12:19 WIB

Amnesty Desak Indonesia Embargo Senjata ke Myanmar

Amnesty desak Indonesia dorong embargo senjata ke Myanmar

Sejumlah aktivis, dengan menggunakan topeng, menggelar demonstrasi untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 4 April 2021.
Foto: Anadolu Agency
Sejumlah aktivis, dengan menggunakan topeng, menggelar demonstrasi untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 4 April 2021.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan desakan tersebut sebagai salah satu solusi penyelesaian krisis setelah kudeta oleh militer pada 1 Februari 2021.

“Sebagai anggota Dewan HAM PBB, kita berharap agar Indonesia menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk melakukan embargo senjata,” kata Usman dalam diskusi secara virtual, Jumat kemarin, (9/3).

Amnesty mendorong ASEAN mengirim utusan khusus ke Myanmar untuk berdiskusi dengan semua pihak.

Lembaga tersebut juga mengharapkan ASEAN dapat memastikan masyarakat Myanmar memiliki akses atas bantuan kemanusiaan.

 

Usman mengatakan, selain ASEAN, Amnesty juga mendesak Dewan Keamanan PBB turut mengirim utusannya ke Myanmar untuk menekan negara itu segera menyelesaikan krisis.

Dia menambahkan bahwa Amnesty mendesak lembaga PBB tersebut memberikan sanksi keuangan terhadap pejabat militer senior yang bertanggungjawab atas peristiwa di Myanmar.

“Mendesak perusahaan-perusahaan yang menjalin hubungan bisnis dengan konglomerat bisnis yang terkait militer di Myanmar untuk segera mengakhiri semua kemitraan,” tutur Usman.

Amnesty juga mendesak pembunuhan besar-besaran di Myanmar segera dihentikan, kata Usman.

Berdasarkan laporan Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) pada Jumat dini hari, sebanyak 614 orang tewas dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar.

Kelompok masyarakat sipil itu juga melaporkan, total 2.857 orang telah ditahan hingga 8 April, di mana 52 orang dijatuhi hukuman dan 500 lainnya telah dikeluarkan surat perintah penangkapan.

Adapun Myanmar diguncang kudeta militer pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan.

Menanggapi kudeta tersebut, kelompok sipil di seluruh negeri meluncurkan kampanye pembangkangan dengan demonstrasi massa dan aksi duduk di jalan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement