Kamis 22 Apr 2021 08:34 WIB

Saat Mudik Dilarang (Lagi)

Dampak ekonomi mudik tidak sebanding dengan risiko peningkatan kasus Covid-19.

Sejumlah pesawat terparkir di apron Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Ahad (18042021). Indonesia Nastional Air Carriers Association (INACA) meminta pemerintah untuk membebaskan biaya parkir pesawat di seluruh bandara yang dikelola Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II karena imbas dari kebijakan larangan mudik 2021.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Sejumlah pesawat terparkir di apron Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Ahad (18042021). Indonesia Nastional Air Carriers Association (INACA) meminta pemerintah untuk membebaskan biaya parkir pesawat di seluruh bandara yang dikelola Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II karena imbas dari kebijakan larangan mudik 2021.

Oleh : Friska Yolandha, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Tahun ini adalah tahun kedua Lebaran di tengah pandemi. Saat pertama kali mengalaminya, rasanya sedih sekali karena masyarakat dilarang ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Tak ada lagi undangan buka bersama di luar, tak ada lagi sahur on the road.

Tahun ini, sama seperti tahun sebelumnya, masih dalam suasana pandemi. Bedanya, aturan ke masjid saat ini lebih longgar. Masyarakat boleh melaksanakan shalat tarawih di masjid/mushala dengan protokol kesehatan yang ketat. Buka bersama juga nampaknya tidak begitu diperketat karena sebelum Ramadhan tiba, restoran telah dibuka dengan pembatasan jumlah pengunjung.

Longgarnya situasi pada Ramadhan kali ini karena tren penurunan kasus Covid-19 di Indonesia. Semua ini berkat program vaksinasi yang masif kepada sejumlah kriteria masyarakat, termasuk orang lanjut usia (lansia). Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro juga berjasa terhadap penurunan kasus di Indonesia sehingga pemerintah sedikit membuka ruang bagi dunia usaha beraktivitas.

Namun, pemerintah belum membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melaksanakan ritual tahunan saat Ramadhan: mudik. Tahun ini, mudik kembali dilarang. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah.

Dalam aturan itu disebutkan larangan mudik berlaku mulai 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Larangan berlaku untuk moda transportasi darat, laut, dan udara.

Baca juga : Aturan Larangan Mudik Diperluas Berlaku Sebelum 6 Mei

Tetapi, ada sejumlah pengecualian dalam aturan tersebut. Di masing-masing moda transportasi, terdapat pengecualian. Misalnya, larangan perjalanan darat tak berlaku bagi kendaraan pemadam kebakaran, ambulans dan mobil jenazah. Perjalanan udara juga tak dilarang bagi angkutan kargo dan perintis.

Tak lama setelah aturan ini muncul, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Polisi Istiono menyebut tidak akan ada penyekatan di jalur mudik sebelum tanggal 6 Mei. "Kalau ada yang mudik awal ya silakan saja, kita perlancar," katanya saat meninjau skema penyekatan mudik Lebaran 2021 di Gerbang Tol Palimanan.

Secara tidak langsung, kakorlantas mempersilakan masyarakat untuk mudik lebih awal dengan menggunakan moda transportasi yang diinginkan. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat: jadi boleh mudik atau tidak?

Pernyataan tersebut seperti mengimbau masyarakat untuk mudik lebih awal supaya tidak terjaring penyekatan. Penindakan baru dilakukan sesuai dengan jadwal yang diumumkan oleh satgas.

Yang lebih membingungkan lagi, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno mengajak masyarakat untuk berwisata di sekitar tempat tinggal. Pernyataan ini tentu menjadi kontra dengan tujuan larangan mudik yang digaungkan pemerintah: mencegah penularan Covid-19 yang disebabkan oleh kerumunan orang.

Bagaimana Covid-19 bisa dicegah kalau masyarakat diminta berwisata? Meskipun di kota sendiri, tetap saja potensi kerumunan akan terjadi karena hari raya adalah waktunya ngumpul. Lalu kalau berwisata ke objek wisata yang kebetulan dekat dengan kampung halaman, boleh nggak?

Aturan yang tidak sinkron satu sama lain membingungkan masyarakat. Kalau memang mudik dilarang untuk mencegah kerumunan, berwisata juga harus dicegah dengan alasan yang sama.

Di sisi lain, pemerintah berharap tahun ini perekonomian bisa positif. Tidak main-main, pada kuartal II tahun ini Presiden Joko Widodo menargetkan ekonomi tumbuh 7 persen. Akan tetapi, bagaimana bisa tembus tujuh persen kalau salah satu motor penggerak ekonomi, mudik, dilarang?

Ekonom menilai larangan mudik tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian. Pasalnya, uang masih berputar meskipun dalam skala lokal dan jumlahnya lebih sedikit. Ini karena mudik regional masih diizinkan, seperti perjalanan di wilayah Jabodetabek.

Baca juga : Kemenkominfo Imbau Masyarakat tak Mudik Lebaran

Dan, berkaca pada libur panjang sebelum-sebelumnya, pemerintah tidak ingin mengambil risiko kasus Covid-19 kembali naik karena peningkatan perjalanan dan kerumunan. Ketika kasus kembali meningkat, akan semakin sulit bagi pemerintah untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi. Dampak ekonomi mudik tidak sebesar risiko peningkatan kasus Covid-19.

Bukankah kita ingin Covid-19 segera berakhir?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement