Jumat 30 Apr 2021 14:57 WIB

Pemprov Papua Tolak Pelabelan Teroris Terhadap TPNB-OPM

Pemprov Papua dan pegiat HAM tolak pelabelan teroris terhadap TPNPB-OPM

Massa yang tergabung dalam kelompok mahasiswa Papua anti rasisme, kapitalisme, kolonialisme dan militerisme menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Indonesia pada Kamis 22 Agustus 2019. Dalam aksi tersebut mereka mengutuk pelaku pengepungan asrama kamasan Papua di Surabaya serta mendesak untuk menangkap dan mengadili aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut.
Foto: Anadolu Agency
Massa yang tergabung dalam kelompok mahasiswa Papua anti rasisme, kapitalisme, kolonialisme dan militerisme menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Indonesia pada Kamis 22 Agustus 2019. Dalam aksi tersebut mereka mengutuk pelaku pengepungan asrama kamasan Papua di Surabaya serta mendesak untuk menangkap dan mengadili aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA (AA) - Pemerintah Provinsi Papua meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang pelabelan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) sebagai kelompok teroris.

Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan pemerintah pusat harus melakukan kajian terlebih dahulu secara komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi dan dampak hukum terhadap warganya.

Pemprov Papua kata dia menginginkan aparat keamanan untuk melakukan pemetaan terhadap anggota dan lokasi TPNPB, agar tidak ada warga Papua yang menjadi salah sasaran.

Dirinya juga khawatir pelabelan tersebut akan memiliki dampak psikosial bagi warga Papua di perantauan.

"Ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua yang ada di perantauan," kata Lukas Enembe melalui keterangan resminya yang diterima Anadolu Agency pada Jumat(30/4).

Meski demikian, dia memastikan segala tindakan yang dilakukan oleh TPNPB-OPM adalah perbuatan yang meresahkan dan mencederai prinsip-prinsip dasar HAM.

Penolakan dari pegiat HAM

Menurut Komisioner Komnas HAM Chairul Anam, langkah pemerintah tidak tepat dan dikhawatirkan akan menimbulkan eskalasi kekerasan yang semakin tinggi di Papua.

"Dan semakin menjauhkan agenda jalan damai," jelas Chairul Anam pada Kamis melalui pesan singkat kepada wartawan.

Seharusnya pemerintah kata dia, mengambil langkah pendekatan 'soft approach' karena pendekatan dengan kekerasan hanya menimbulkan kekerasan lainnya di Tanah Papua.

"Selama ini apakah ada evaluasi kenapa masih terjadi kekerasan, baku tembak dan jatuhnya korban semakin banyak? Harusnya itu dievaluasi," jelas dia.

"Semoga penetapan status ini tidak merugikan kepentingan strategis nasional Indonesia di dunia internasional," pungkas Anam.

Senada dengan Komnas HAM, Koordinator Kontras Papua Sam Awom menilai pelabelan tersebut tidak menyelesaikan konflik.

Eskalasi kekerasan kata dia akan semakin meningkat, kata dia.

"Pemerintah lalai mendengar masukan dari lembaga-lembaga HAM yang menyerukan dialog dan perdamaian," kata Sam Awom pada Kamis melalui pesan singkat kepada wartawan.

Bahkan menurut dia, pelabelan itu memungkinkan semakin banyaknya intervensi dari dunia internasional terkait permasalahan Papua.

Sebelumnya, Pemerintah resmi mengategorikan kelompok bersenjata di Papua, yang bernama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), sebagai organisasi teroris.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pelabelan tersebut berdasarkan usulan dari tokoh masyarakat dan pemerintah daerah Papua, serta aparat keamanan.

"Maka apa yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris," ujar Mahfud di kantornya pada Kamis.

Pelabelan ini dilakukan pemerintah usai tewasnya jenderal bintang satu TNI Brigjen TNI I Gusti Putu Danny di Papua saat meninjau lokasi pembakaran di sebuah desa.

I Gusti Putu Danny menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Daerah Papua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement