Ahad 06 Jun 2021 18:58 WIB

Soal Dana Haji, Ekonom: Perlu Publikasi Lebih Transparan

BPKH harus lebih transparan soal publikasi dana haji

Rep: Idealisa masyrafina/ Red: Muhammad Subarkah
Jemaah Calon Haji Wasnadi (62) menunjukan bukti pelunasan pembayaran ibadah haji di rumahnya Kelurahan Margadana, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (4/6/2021). Menurut data Kementerian Agama Kota Tegal sebanyak 213 jemaah calon haji kembali gagal berangkat karena adanya kebijakan dari Pemerintah untuk tidak memberangkatkan ibadah haji sebagai antisipasi penularan COVID-19,.
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Jemaah Calon Haji Wasnadi (62) menunjukan bukti pelunasan pembayaran ibadah haji di rumahnya Kelurahan Margadana, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (4/6/2021). Menurut data Kementerian Agama Kota Tegal sebanyak 213 jemaah calon haji kembali gagal berangkat karena adanya kebijakan dari Pemerintah untuk tidak memberangkatkan ibadah haji sebagai antisipasi penularan COVID-19,.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ekonomi Syariah Aziz Setiawan mendesak Pemerintah untuk lebih transparan dalam melaporkan pengelolaan keuangan haji.

Menurutnya, masalah ketidakpercayaan publik harus segera diatasi, mengingat dana haji merupakan isu yang sensitif di masyarakat.

"Terkait dana haji memang sangat sensitif, sehingga perlu ada transparansi dan akuntabilitas yang lebih, serta publikasi dan komunikasi informasinya yang baik dan luas." kata Aziz kepada Republika.co.id, Ahad (6/6).

 

Pemerintah dan BPKH dinilai perlu secara kuat mendesain komunikasi publiknya atas dana haji, sehingga bias informasi yang berkembang dapat cepat diatasi. Apalagi karena kondisi ini terus berulang, seharusnya ada mitigasi dan program komunikasi publik yang lebih baik.

 

"Seluruh proses pengelolaan dana haji dan penggunaannya harus dibuka ke publik secara transparan, tidak ada yang perlu ditutupi. Amanat UU keuangan haji secara umum telah mendorong ke arah sana, dan perlu dijalankan secara baik oleh BPKH dan pemerintah." jelas Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics.

 

Pengelolaan keuangan haji dan pelaporannya telah diamanatkan dalam UU No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Berdasarkan UU tersebut, hasil investasi dana haji dari iuran peserta secara umum perlu dioptimalkan untuk kepentingan pelaksanaan haji. Oleh karena itu, kata Aziz, masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir karena penggunaan dana tersebut telah diatur dalam UU.

 

"Secara umum BPKH dan pemerintah tentu tidak berani keluar dari aturan UU." kata Aziz.

 

Kendati begitu, ia mengakui bahwa publikasi laporan keuangan BPKH masih kurang memadai, sehingga berbagai isu dan hoaks masih terus bermunculan. Apalagi batalnya haji tahun ini membuat masyarakat resah dengan keamanan dana haji mereka.

 

"Sebenarnya BPKH sudah membuat laporan tersebut, tapi sepertinya sosialisasi publiknya kurang memadai." katanya.

 

Sebelumnya Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu telah memastikan bahwa dana jamaah haji aman. 

 

"Kami tegaskan seluruh dana aman. Dana tersebut sekarang diinvestasikan dan ditempatkan di bank syariah dengan prinsip syariah yang aman," kata dia, Kamis (3/6).

 

Ia merinci jumlah dana jamaah yang terkumpul baik dari haji reguler dan khusus yang dikelolanya. Pada 2020 sebanyak 196.865 orang haji reguler sudah melakukan pelunasan. Dana yang terkumpul sebesar Rp 7,05 triliun.

 

Kemudian calon jamaah haji khusus yang telah melakukan pelunasan sebanyak 15.084 orang. Jumlah dana yang terkumpul baik itu setoran awal maupun setoran lunas sebesar 120,67 juta dolar AS.

 

Dari jumlah jamaah haji reguler itu terdapat 569 orang yang membatalkan, sementara haji khusus 162 orang membatalkan. Anggito memastikan dana yang terkumpul aman dan disimpan di bank-bank syariah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement