Sabtu 19 Jun 2021 08:19 WIB

82,4 Juta Orang Terpaksa Mengungsi Karena Konflik

UNHCR menyebutkan sekitar 42 persen dari mereka yang mengungsi adalah anak-anak.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Pengungsi Suriah hidup dalam keadaan kumuh dan khawatir terjangkit virus corona. Ilustrasi.
Foto: Nabil Mounzer/EPA
Pengungsi Suriah hidup dalam keadaan kumuh dan khawatir terjangkit virus corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jumlah orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik, penganiayaan dan pelanggaran hak asasi manusia telah meningkat dua kali lipat menjadi 82,4 juta pada akhir tahun lalu. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, pada Jumat (18/6) mengatakan, jumlah orang yang mengungsi juga meningkat di tahun pandemi Covid-19.

"Pada tahun Covid-19, di mana pergerakan hampir tidak mungkin bagi sebagian besar dari kita, sebanyak lebih daribtiga juta orang telah mengungsi secara paksa," ujar Grandi kepada Reuters.

Baca Juga

Hampir 70 persen negara yang warganya terpaksa mengungsi yaitu Suriah, Venezuela, Afghanistan, Sudan Selatan, dan Myanmar. Menurut laporan tahunan tentang pemindahan paksa oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR, menyebutkan,  sekitar 42 persen dari mereka yang mengungsi adalah anak-anak.

"Trennya terus berlanjut. Jadi kami harus bekerja memperbarui angka untuk enam bulan pertama tahun 2021, kami mungkin akan melihat peningkatan lebih dari 82,4 juta," kata Grandi.  

Grandi mengatakan, peningkatan warga yang tergusur dari rumah mereka sebagian didorong oleh titik konflik baru, termasuk Mozambik utara, wilayah Sahel Afrika Barat, dan Tigray Ethiopia. Selain itu, ada juga warga yang meninggalkan rumah mereka karena gejolak dalam konflik yang telah berlangsung lama yaitu di Afghanistan dan Somalia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa juga sedang mempersiapkan kemungkinan pemindahan warga sipil lebih lanjut di Afghanistan. Tepatnya setelah pasukan AS dan internasional meninggalkan negara itu pada September.

Di tengah meningkatnya populisme dan nasionalisme dalam politik global, Grandi meminta para pemimpin dunia untuk berhenti mengejek atau menindas orang yang terpaksa pindah dari negara mereka. Grandi menyoroti pemerintahan mantan Presidem Donald Trump yang membangun tembok di perbatasan Meksiko untuk menahan laju imigran. Selain itu, ada pula imigran yang terombang-ambing di tengah lautan hingga kehabisan persediaan makanan karena tidak dibolehkan mendarat di negara tertentu.

"Ini adalah manusia. Apa pun motif pelarian atau pergerakannya, manusia berhak mendapatkan martabat penuh seperti orang lainnnya," kata Grandi.

Laporan UNHCR menemukan bahwa pada 2020 hanya 34.400 pengungsi yang secara resmi dimukimkan kembali secara global. Mereka dimukimkan kembali di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement