Selasa 22 Jun 2021 06:37 WIB

Wagub Sumbar: Jangan Biarkan Ikan Bilih di Singkarak Punah

6 ribu masyarakat di Danau Singkarak menggantungkan nasibnya dari ikan bilih.

Rep: Febrian Fachri / Red: Ratna Puspita
Wakil Gubernur Sumatra Barat Audy Joinaldy mengajak masyarakat nelayan di sekitar Danau Singkarak untuk menjaga kelestarian ikan endemik, yaitu Ikan Bilih. Audy tidak ingin ikan bilih punah atau dilabeli sebagai ikan langka sehingga dilarang untuk diambil masyarakat. (Foto ilustrasi nelayan mencari ikan bilih di Danau Singkarak)
Foto: Antara/Iggoy el fitra
Wakil Gubernur Sumatra Barat Audy Joinaldy mengajak masyarakat nelayan di sekitar Danau Singkarak untuk menjaga kelestarian ikan endemik, yaitu Ikan Bilih. Audy tidak ingin ikan bilih punah atau dilabeli sebagai ikan langka sehingga dilarang untuk diambil masyarakat. (Foto ilustrasi nelayan mencari ikan bilih di Danau Singkarak)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLOK -- Wakil Gubernur Sumatra Barat Audy Joinaldy mengajak masyarakat nelayan di sekitar Danau Singkarak untuk menjaga kelestarian ikan endemik, yaitu Ikan Bilih. Audy tidak ingin ikan bilih punah atau dilabeli sebagai ikan langka sehingga dilarang untuk diambil masyarakat. 

"Ikan bilih atau nama latinya mystacoleucus padangensis adalah satwa endemik. Kalau tidak dipelihara bisa punah. Jika ikan tersebut hampir punah bisa saja dimasukkan dalam kategori satwa yang dilindungi sehingga tidak boleh lagi ditangkap dan dikonsumsi," kata Audy, Senin (21/6). 

Baca Juga

Audy mengatakan jika ikan bilih sudah tidak boleh lagi ditangkap maka hal itu akan merugikan sekitar 6 ribu masyarakat selingkar danau yang selama ini menggantungkan nasibnya dari menangkap dan menjual ikan bilih. "Mari bersama-sama kita menjaga agar populasi ikan bilih ini tetap terjaga dan tetap bisa menjadi roda perekonomian masyarakat selingkar danau," ujar Audy.

Audy juga meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar untuk terus mengundang ahli dalam upaya pelestarian dengan teknologi pemijahan yang sampai saat ini belum berhasil. Menurut Audy, dukungan pemerintah untuk upaya pelestarian ini adalah dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2018 yang salah satunya melarang eksploitasi penangkapan ikan yang tidak terkendali menggunakan alat tangkap ilegal seperti bagan.

Selain itu, Pemprov Sumbar bersama Pemkab Solok dan Pemkab Tanah Datar juga mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat tangkap ramah lingkungan bagi nelayan sekitar danau. Alat tangkap itu di antaranya mesin tempel 2,5 PK sebanyak 14 unit untuk 14 orang nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan di Danau Singkarak. Yakni, tujuh penerima dari Nagari Paninggahan Solok, tujuh penerima dari Kabupaten Tanah Datar. 

Bantuan lainnya adalah penyediaan 16 jaring langli atau jaring ikan bilih untuk 16 nelayan di Tanah Datar dan Solok. Kemudian, penyediaan 14 unit Gill Net atau jaring ikan nila untuk 14 orang nelayan dua daerah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri, mengatakan penangkapan ikan dengan bagan bukanlah kearifan lokal di Danau Singkarak. Menurut dia, menangkap ikan dengan bagan adalah pola yang ditiru dari Danau Toba.

Yosmeri bercerita pada 2004 ikan bilih Danau Singkarak diintroduksi ke Danau Toba dan berkembang pesat. Penangkapan ikan bilih di Danau Toba menggunakan bagan sehingga hasil tangkapan sehari bisa mencapai 100 ton.

Namun karena tidak bisa mengolah seperti di Sumbar, mereka mengundang nelayan Singkarak untuk membantu memberikan pelatihan pengolahan ikan bilih. Setelah memberikan pelatihan di Toba, nelayan ini membawa pulang cara penangkapan dengan bagan yang kemudian makin berkembang hingga populasi ikan menjadi terganggu.

"Sekarang kita mencoba mengembalikan cara menangkap ikan itu sesuai kearifan lokal dengan jaring langli atau pancing supaya populasi ian terjaga dan tidak menjadi punah," ucap Yosmeri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement