Selasa 22 Jun 2021 12:07 WIB

Kasus Naik Drastis, Ulama Serukan Taati Prokes

Masyarakat jangan percaya narasi Covid-19 tidak nyata.

Rep: Rossi Handayani / zainur mahsir ramadhan/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin di Jakarta,. (Prayogi/Repub;ika)
Foto: Prayogi/Republika
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin di Jakarta,. (Prayogi/Repub;ika)

IHRAM.CO.ID, DEPOK -- Kalangan pemimpin umat Islam terus digalang agar tetap memberikan pemahaman soal bahaya Covid-19. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud, meminta agar masyarakat jangan percaya narasi Covid-19 tidak nyata. Sebab, kenaikan kasus dan penuhnya keterisian RS, kata dia, terus berlanjut dalam beberapa pekan dan menjadikannya fakta jika Covid-19 ada.

Untuk itu, dia mengingatkan sesama anak bangsa dengan mayoritas agama Muslim, agar saling menjaga jiwa. "Agama sudah mengajarkan dan menuntun. Tujuan paling utama syariah adalah menjaga jiwa," kata Kiai Marsudi dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (22/6).

Dia melanjutkan, Nabi Muhammad SAW meminta umat agar mewaspadai hal ini layaknya waspada dari singa yang hendak menerkam. Karena itu, dia juga meminta kewaspadaan itu bisa diterjemahkan oleh masyarakat dengan baik dalam aturan seperti perda, perpres atau undang-undang.

"Aturan jadikan pegangan untuk menjauhi Covid-19. Itu sudah sesuai syariah. Memakai masker, mencuci tangan, ikuti vaksin, kalau dicek ya siap," ujar Kiai.

Selain Kiai Marsudi, tokoh rohaniawan Katolik, Romo Antonius Benny Susetyo, juga mengatakan, Covid-19 terus meningkat secara drastis. Hal itu, menurut dia, lantaran masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan banyak kegiatan massal. 

"Itu akibat libur panjang. Selalu terjadi begitu. Maka kuncinya adalah disiplin setiap pribadi," kata Romo Benny.

Dia mengakui, membatasi mobilitas memang tidak mudah. Sehingga, masih butuh waktu agar masyarakat Indonesia yang memiliki kebiasaan berinteraksi, berjumpa secara langsung, bisa menerapkan semua protokol.

"Butuh yang namanya kesadaran. Itu harus ditanamkan sejak awal dengan terus menerus. Kemudian, memang harus ada keteladanan dari para pejabat,’’ ujar Romo Benny.

Dirinya juga menuturkan, kebijakan PPKM Mikro yang tujuannya membatasi mobilitas masyarakat sudah tepat. Pasalnya, pilihan itu dinilainya menjadi yang paling dibutuhkan saat ini. "Maka dibutuhkan sekarang ini adalah kemauan bersama, untuk segera membangun disiplin diri. Disiplin sangat penting," ungkap dia.

 

Pemerintah Kota (Pemkot) Depok misalnya menyatakan menggandeng ulama atau tokoh agama untuk mensosialisasikan pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19).

"Para tokoh agama bisa menyelipkan penjelasan mengenai Covid-19 saat berdakwah. Jadi, tindakan perilaku kita sangat dipengaruhi oleh pemahaman," ujar Wali Kota Depok Mohammad Idris dalam siaran pers yang diterima Republika.

Menurut Idris, tahun ini sebanyak 1.000 tokoh agama diajak untuk memberi penjelasan tentang pencegahan Covid-19. Jumlah ini bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 240 orang.

"Masyarakat sangat gandrung pada tokoh-tokoh agamanya. Sebab seilmiah apapun kita berikan pemahaman pada mereka, tidak akan sepenuhnya paham. Harus ulama yang ikut sosialisasikan pencegahan dan bahaya virus Covid-19," terangnya.

Idris meminta, ustadz yang bertugas memberikan ceramah, agar memasukan sosialisasi protokol kesehatan saat ceramah. "Begitupun dengan pendeta yang diminta sisipkan masalah Covid-19 ataupun protokol kesehatan (Prokes)," harapnya. 

Sementara tokoh partai Islam PKS yang kini menjadi Anggota Komisi VIII DPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, pondok pesantren (ponpes) harus dapat mengupayakan keselamatan bagi para santri, pengasuh dan kyai-nyai di tengah meningkatnya kasus covid-19. 

 

"Menurut saya pesantren dapat mengupayakan secara maksimal keselamatan santri dan kyai-nyai," kata HNW.

 

HNW melanjutkan, sudah ada laporan Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) bahwa ada ratusan kyai-nyai yang wafat, belum lagi yang di luar dari NU. Dia mengatakan, virus covid-19 tidak membedakan tempat, baik itu di pesantren maupun gereja.

 

"Sesuai dengan prinsip syariah, pentingnya menjaga jiwa, supaya kyai dan santri tetap terjaga. Islam mengajarkan pentingnya ikhtiar. Mengikuti social distancing yang berangkat dari hadits Rasulullah," ucap HNW.

 

Menurut Hidayat, Kementerian Agama (Kemenag) memang perlu memberikan sejumlah alat-alat penunjang untuk mengatasi covid-19, misalnya disinfektan, menyediakan klinik yang bisa membantu para santri dan kyai. Di dalam pesantren, pengasuh dan kyai-nyai juga perlu melakukan diskusi lebih lanjut terkait dengan pelaksanaan belajar mengajar di tengah pandemi. 

 

Dia mengatakan, proses belajar di ponpes dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi bersama pemerintah setempat. Apabila wilayahnya termasuk ke dalam zona hijau, maka proses belajar tetap bisa dilanjutkan. 

 

"Kalau daerah merah hentikan dulu, sambil mengatasi zona merahnya, tapi tetap saja para kiai, pengasuh tetap dianjurkan menyelenggarakan secara daring atau kalau di pesantren kan biasa menyelesaikan kitab, hafalan Alquran, hadits, itu santri nanti bisa setor melalui Whatsapp," kata dia. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement