Selasa 22 Jun 2021 15:50 WIB

Mulai Juli Turki Hapus Lebih Banyak Pembatasan Covid-19

Jumlah kasus harian Covid-19 di negara itu turun sekitar 5.000 kasus.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Mustafa Kamaci/Turkish Presidency via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

IHRAM.CO.ID, ISTANBUL -- Turki akan menghapus lebih banyak pembatasan Covid-19 mulai Juli mendatang. Hal ini disampaikan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pada Senin (21/6) setelah jumlah kasus harian Covid-19 di negara itu turun sekitar 5.000 kasus.

Penguncian yang diberlakukan pada Ahad serta pembatasan jam malam 19.00 GMT pada akhir pekan akan dihapus mulai 1 Juli, kata Erdogan usai rapat kabinet pemerintah.

"Pembatasan angkutan umum juga akan dihapus dan lembaga publik akan kembali ke jam normal," katanya.

Turki mulai menghapus pembatasan Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir, membatasi penguncian hingga Ahad serta membuka restoran dengan kapasitas pengunjung terbatas, setelah kasus harian mulai turun dari puncaknya di atas 60 ribu kasus pada April. Ankara berharap bahwa penurunan kasus, yang dibarengi dengan percepatan program vaksinasi menjadi sekitar 1,5 juta dosis sehari, akan mulai membantu pemulihan sektor pariwisata.

Peningkatan signifikan pada tingkat vaksinasi juga memunculkan harapan kinerja ekonomi yang kuat pada paruh kedua tahun ini, dengan JP Morgan pekan lalu merevisi perkiraan pertumbuhan setahun penuh menjadi 6,8 persen, mengutip laju vaksinasi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tercatat 5.294 kasus dan 51 kematian baru Covid-19 pada Senin.

Presiden juga menuturkan musik, seperti konser, hanya akan diizinkan hingga tengah malam. Hal itu menuai reaksi keras di kalangan media sosial, di mana masyarakat menganggapnya sebagai langkah ideologi pemerintah yang akan mengintervensi gaya hidup.

"Kami memundurkan batas waktu untuk musik hingga tengah malam, jangan tersinggung, tetapi tidak ada satu pun yang berhak mengganggu siapa pun di malam hari," kata Erdogan, tanpa penjelasan lebih lanjut.

sumber : Antara / Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement