Selasa 22 Jun 2021 22:15 WIB

Dua Ratu TikTok Mesir Terlibat Perdagangan Manusia  

Pegiat TikTok di Mesir divonis bersalah dalam perdagangan manusia

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Pegiat TikTok di Mesir divonis bersalah dalam perdagangan manusia. (Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)
Foto: Pixabay
Pegiat TikTok di Mesir divonis bersalah dalam perdagangan manusia. (Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)

IHRAM.CO.ID,  KAIRO – Dua ratu TikTok Mesir, Haneen Hossam dan Mowada al-Adham terlibat dalam kasus perdagangan manusia. Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman masing-masing enam tahun dan 10 tahun penjara.

"Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman kepada dua wanita influencer TikTok karena perdagangan manusia," kata Saber Sokkar, seorang pengacara yang mewakili salah satu dari mereka, dilansir dari Alarabiya, Selasa (22/6).

Baca Juga

Putusan terhadap Haneen Hossam dan Mowada al-Adham dijatuhkan pada Ahad malam oleh Pengadilan Kriminal Kairo. Adham dijatuhi hukuman enam tahun, sementara Hossam dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dengan tuduhan perdagangan manusia.

"Tuduhan lain termasuk merusak nilai-nilai keluarga, menghasut pesta pora dan mendorong perempuan muda untuk mempraktikkan hubungan seksual,” kata Sokkar.

Sokkar mengatakan, bahwa satu terdakwa yakni Hossam tidak hadir di pengadilan karena dalam pelarian, dijatuhi hukuman in absentia. Hossam dijatuhi hukuman yang lebih tinggi karena juga tidak muncul di pengadilan pada sidang sebelumnya. "Para terdakwa dapat mengajukan banding," tambah Sokkar.

Mereka ditangkap tahun lalu dan masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun penjara, karena menyerang nilai-nilai masyarakat dalam video yang dipublikasikan di TikTok. Dalam satu video, Hossam memberi tahu 1,3 juta pelanggannya bahwa gadis-gadis dapat bekerja untuknya demi uang, di mana dia juga dituduh tahun lalu melakukan “pesta pora” dan “perdagangan manusia.” Tetapi pada Januari pengadilan banding membebaskan pasangan itu.

Penargetan influencer perempuan telah menghidupkan kembali perdebatan sengit di negara Muslim yang sangat konservatif tentang apa yang merupakan kebebasan individu dan nilai-nilai sosial.

Namun tindakan keras itu tidak biasa di Mesir, di mana beberapa penari perut dan penyanyi pop telah menjadi sasaran dalam beberapa tahun terakhir karena konten online yang dianggap terlalu cabul.

Kelompok hak asasi mengatakan lebih banyak kebebasan telah dibatasi di Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah al-Sisi, yang menjabat pada 2014. Mesir dalam beberapa tahun terakhir telah memberlakukan kontrol internet yang ketat, melalui undang-undang yang memungkinkan pihak berwenang untuk memblokir situs web yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional dan untuk memantau akun media sosial pribadi dengan lebih dari 5.000 pengikut.

 

Sumber: alarabiya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement