Kamis 24 Jun 2021 14:36 WIB

Mengapa Israel Tolak Pengembalian Jenazah Warga Palestina?

Tubuh warga Palestina sebagai alat tawar-menawar

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Warga Palestina berdoa di samping jenazah pejuang
Foto: EPA/HAITHAM IMAD
Warga Palestina berdoa di samping jenazah pejuang

IHRAM.CO.ID, Pada 16 Juni, seorang psikiater Palestina Mai Afaneh (29 tahun) yang mengajar di Universitas Al Istiqlal ditembak mati di mobilnya oleh pasukan Israel di pintu masuk kota Hizma, Tepi Barat. Pihak Israel mengklaim Afaneh berusaha menyerang mereka saat sedang mengemudi.

Insiden ini membawa banyak orang terkejut. Sebab, Afaneh dikenal sebagai orang yang baik. Pihak keluarganya membantah tuduhan itu. Mereka bersikeras mengatakan tidak ada motif yang mendukung Afaneh melakukan serangan tersebut dan alasan untuk mendapatkan jenazah ditolak oleh Israel. Afaneh meninggalkan seorang suami dan putrinya yang beursia lima tahun.

Direktur Human Rights Watch Israel dan Palestina Omar Shakir menjelaskan praktik itu bertentangan dengan persyaratan hukum humaniter internasional yang berusaha memfasilitasi pengembalian jenazah kepada pihak keluarga.

“Dengan sengaja menghukum keluarga almarhum yang tidak melakukan kesalahan, ini merupakan bentuk hukuman kolektif. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum humaniter internasional,” kata Shakir kepada TRT World.

Afaneh masuk dalam daftar warga Palestina yang telah dibunuh oleh tentara Israel tanpa bukti bahwa mereka mengancam kehidupan siapa pun. Menurut Shakir, ini merupakan perlakuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat keluarga alrhum, dan bentuk pelanggaran HAM internasional.

Pada 23 Juni tahun lalu, seorang warga Palestina Ahmad Erekat (26 tahun) dibunuh oleh pasukan Israel di sebuah pos pemeriksaan Tepi Barat. Pihak Israel mengklaim dia bermaksud menabrak seorang petugas ketika mobilnya menabrak sebuah bilik saat mengemudi melalui pos pemeriksaan.

Keluarganya mengatakan tindakan yang dilakukan Erekat tidak mungkin karena dia akan menikah akhir pekan ini. Kemudian Penyelidikan Arsitektur Forensik membantah klaim Israel bahwa dia dibenarkan ditembak mati.

Dilansir TRT World, Kamis (24/6), menurut Pusat Bantuan Hukum dan HAM Yerusalem (JLAC), Israel menahan mayat 67 warga Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel antara tahun 2015 dan 2020. Dengan pembunuhan tambahan yang terjadi tahun ini, jumlah itu kemungkinan meningkat. Keputusan tersebut tidak akan terjadi jika tidak ada persetujuan kabinet keamanan Israel.

Terlepas dari afiliasi politik, orang-orang Palestina yang dibunuh oleh Israel karena dicurigai merencanakan serangan dianggap militan sehingga mereka harus dimakamkan di pemakaman militer di seluruh negeri. Selain itu, Israel tidak memberikan nama almarhum pada kuburannya tapi memberikan nomor anonim pada setiap mayat.

Shakir dari HRW menyebut kebijakan ini sebagian besar digunakan sebagai pencegah dan pengaruh untuk mengamankan pembebasan dua warga sipil Israel dan mayat dua tentara Israel yang ditahan oleh Hamas.

Menurut hukum internasional, setiap keluarga memiliki hak untuk menerima jenazah orang yang mereka cintai terlepas dari apakah seorang Palestina yang terbunuh bersalah atau tidak. Di masa lalu, Israel setuju untuk mengembalikan mayat beberapa warga Palestina yang terbunuh ketika Tel Aviv berusaha untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai.

Pembebasan 90 mayat Palestina pada tahun 2012 dan dua tahun berikutnya adalah beberapa pengecualian langka dari aturan tersebut. Pihak keluarga juga harus mengidentifakasi jenazah karena Israel hanya memberikan nomor anonim.

“Kebijakan ini yang mencegah keluarga menguburkan orang yang mereka cintai sangat kejam dan tanpa pembenaran hukum,” kata Shakir.

Shakir mendesak agar otoritas Israel harus segera mengakhiri kebijakan tidak manusiawi ini yang menganggap jenazah sebagai alat tawar-menawar. “Minimal, setiap keluarga harus memiliki kesempatan untuk menguburkan orang yang mereka cintai dengan cara yang benar,” tambah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement