Senin 26 Jul 2021 00:04 WIB

Jeda 8 Pekan Usai Vaksinasi Pfizer Hasilkan Imun Terbaik

Di masa jeda 6 pekan itu, tubuh menghasilkan respons kekebalan yang kuat.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Andi Nur Aminah
Vaksinator bersiap menyuntik vaksinasi Covid-19 Pfizer (ilustrasi)
Foto: AP
Vaksinator bersiap menyuntik vaksinasi Covid-19 Pfizer (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para peneliti mengatakan, jeda delapan pekan antara dosis pertama dan kedua vaksin Pfizer BioNTech Covid-19 adalah sebuah 'titik manis'. Sebab, saat itu, tubuh menghasilkan respons kekebalan yang kuat sekaligus melindungi populasi di Inggris terhadap varian Delta Covid-19.

Dilansir laman Standard, Ahad (25/7), dalam sebuah studi baru yang didanai Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC), para peneliti menemukan, jika dibandingkan jeda empat pekan, interval 10 pekan antara dosis menghasilkan tingkat antibodi yang lebih tinggi, serta proporsi yang lebih tinggi. Ini dikarenakan munculnya sekelompok sel penangkal infeksi dalam tubuh yang dikenal sebagai sel T 'penolong'.

Pada awal gelombang kedua epidemi Covid-19, Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI) membuat keputusan untuk merekomendasikan jeda 12 pekan antara dua  dosis untuk dua vaksin yang tersedia saat itu: Pfizer dan Oxford AstraZeneca.

Ini terjadi saat beberapa daerah kekurangan pasokan. Penelitian awal pun menunjukkan memperlebar jarak dari empat pekan yang direkomendasikan pabrikan, menjadi 12 pekan meningkatkan respons kekebalan. 

Namun, pada Mei, panduan diubah menjadi delapan pekan. Sebab, kasus yang terkait dengan varian Delta -- yang pertama kali diidentifikasi di India, terus meningkat di Inggris.

“Rekomendasi asli dari JCVI adalah 12 pekan dan ini didasarkan pada banyak pengetahuan dari vaksin lain yang sering memiliki interval yang lebih lama. (Antara dosis) memberi sistem kekebalan Anda kesempatan untuk membuat respons tertinggi,” ujar peneliti dari Universitas Oxford, yang merupakan kepala peneliti gabungan dalam studi Pitch, Professor Susanna Duanchie. 

Keputusan menunda delapan pekan, kata dia, benar-benar menyeimbangkan semua masalah yang lebih luas. Terutama tentang pro dan kontra mengenai dua dosis lebih baik daripada satu dosis secara keseluruhan.

“Saya pikir delapan pekan adalah waktu yang tepat bagi saya, karena orang ingin mendapatkan dua vaksin (dosis) dan ada banyak Delta di luar sana sekarang. Sayangnya, saya tidak bisa melihat virus ini menghilang sehingga Anda ingin menyeimbangkannya dengan mendapatkan perlindungan terbaik yang Anda bisa,” jelas Duanchie. 

Untuk studi Pitch ini,  para peneliti merekrut 503 petugas kesehatan, 44 persen di antaranya sebelumnya pernah terjangkit Covid-19, dan mempelajari respons kekebalan yang dihasilkan oleh tusukan Pfizer.

Mereka menemukan, interval dosis vaksin Pfizer yang pendek, yaitu tiga hingga empat pekan, dan interval panjang 10 minggu menghasilkan antibodi yang kuat dan respons imun sel T. Tetapi jadwal yang lebih lama menyebabkan tingkat antibodi yang lebih tinggi dan proporsi sel T pembantu yang lebih tinggi, yang menurut para peneliti, mendukung memori kekebalan.

Para ilmuwan menemukan, setelah dosis kedua, celah yang lebih lebar juga menghasilkan tingkat antibodi penetralisir yang lebih tinggi terhadap varian Delta dan semua varian lain yang menjadi perhatian. Tetapi dalam kasus ini, tingkat antibodi turun antara dosis pertama dan kedua, membuat penerima rentan terhadap varian Delta setelah satu suntikan vaksin. 

Namun, Dr Rebecca Payne, salah satu penulis penelitian dari Universitas Newcastle, mengatakan bahwa respons seluler dari sel T yang melawan infeksi tetap konsisten baik dalam jadwal pemberian dosis panjang maupun pendek. “Ini menunjukkan, mereka dapat berkontribusi pada perlindungan penting terhadap Sars-CoV-2. selama ini,” jelas dia. 

Dr Payne mengatakan, setelah dosis kedua pada jadwal pemberian dosis yang lebih lama, tingkat antibodi melampaui yang terlihat pada titik waktu yang sama setelah interval pemberian dosis yang lebih pendek. Meskipun tingkat sel T relatif lebih rendah, profil sel T yang ada menunjukkan lebih banyak dukungan dari memori kekebalan dan generasi antibodi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement