Selasa 03 Aug 2021 09:03 WIB

Terancam Digusur, Warga Sheikh Jarrah Ditawari Kompromi

Sejauh ini pihak Palestina atau Nahalat Shimon belum menyetujui tawaran kompromi.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Taina Kraemer/DW
Taina Kraemer/DW

Rapat dengar pendapat di Mahkamah Agung Israel pada Senin (2/8), belum membuahkan keputusan akhir, namun menawarkan kompromi bagi pengungsi Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem. Menurut tawaran tersebut, pengadilan akan memberikan "status perlindungan" bagi warga Palestina terhadap penggusuran dalam "tahun-tahun ke depan."

Sebagai gantinya, mereka harus merelakan kepemilikan diambil alih organisasi pemukim Yahudi, Nahalat Shimon, lapor harian Haaretz.

Kasus penggusuran keluarga pengungsi Palestina di Sheikh Jarrah memicu gelombang pertumpahan darah teranyar di Israel pada Mei silam. Kerusuhan tidak hanya meletus di kawasan padat penduduk itu, tetapi juga menyebar ke Masjid al-Aqsa, di mana polisi merangsek masuk dan merusak bagian dalam masjid.

Sejauh ini pihak Palestina atau Nahalat Shimon belum menyetujui tawaran kompromi oleh Mahkamah Agung. Kuasa hukum keluarga Palestina meminta waktu selama sepekan untuk mengumpulkan nama semua warga yang harus mendapat status perlindungan.

Hingga berita ini diturunkan, pengadilan masih membahas petisi banding yang diajukan warga Palestina, tanpa adanya resolusi terkait kompromi.

"Pengadilan berhak mengizinkan kami mengajukan banding," kata Sami Irshaid, kuasa hukum keluarga Palestina kepada AFP. Menurutnya "sangat mustahil" bahwa sidang dengar pendapat pada Senin ni akan membuahkan keputusan akhir.

Masalah lintas generasi

Sebelumnya dua pengadilan di tingkat rendah sudah memutuskan kepemilikan rumah berada di tangan organisasi Yahudi, yang mengklaim sudah membeli lahan sebelum pembentukan negara Israel pada 1948. Adapun keluarga Palestina yang menempati rumah tersebut merupakan pengungsi yang terusir dari wilayah yang diduduki Israel.

Pada 1956, ketika Yordania menguasai Yerusalem Timur, pemerintah di Amman memindahkan para pengungsi ke Sheikh Jarrah, dengan janji akan mengeluarkan dokumen kepemilikan resmi. Namun sesaat sebelum sertifikat dikeluarkan, Israel menganeksasi Yerusalem Timur pada 1967, dan sekaligus menihilkan hak para pengungsi.

Dalam sidang di MA, kuasa hukum keluarga Palestina berdalih pengalihan kepemilikan dari Yordania kepada keluarga Palestina digagalkan oleh Perang Enam Hari yang dilancarkan Israel.

Konflik kepemilikan lahan di Palestina semakin meluas ketika pada 1970, Israel mengesahkan Undang-undang yang mengizinkan warga Yahudi mengklaim balik lahan yang hilang pada 1948, bahkan jika sudah dihuni warga Palestina. Hak serupa tidak berlaku untuk warga Palestina.

Menurut kelompok HAM Israel, Ir Amim, saat ini lebih dari 1.000 warga Palestina di Sheikh Jarrah dan Silwan terancam kehilangan rumah karena diklaim oleh organisasi pemukim Yahudi.

rzn/hp (afp, haaretz, timesofisrael, jpost)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement