Senin 23 Aug 2021 16:12 WIB

Tradisi Dua Kelompok Jamaah Haji Masa Jahiliyah

Jamaah haji terbagi dalam dua kelompok pada masa jahiliyah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
 Tradisi Dua Kelompok Jamaah Haji Masa Jahiliyah. Foto: Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)
Foto: Dawnofislam film
Tradisi Dua Kelompok Jamaah Haji Masa Jahiliyah. Foto: Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Pada masa jahiliyah, jamaah haji terbagi atas dua kelompok. Yaitu kelompok jamaah haji pedagang dan jamaah haji non pedagang. 

Dr M Shaleh Putuhena mengatakan, jamaah haji pedagang sudah harus bertolak meninggalkan negerinya pada saat hilal bulan sebelum datangnya bulan haji. Sehingga sebagai contoh mereka harus sudah meninggalkan negerinya pada permulaan bulan Dzulqa'dah jika haji itu terjadi pada bulan Dzulhijjah.

Baca Juga

"Hal itu dimaksudkan agar jamaah haji bisa ikut berpartisipasi dalam pasar khusus di Ukaz selama 20 hari," kata Dr Sholeh Putuhena dalam bukunya Historiografi Haji Indonesia.

Dari Pasar Ukaz ini, jamaah haji berangkat menuju Majnah untuk berdagang selama sepuluh hari.

Setelah tampak hilal Dzulhijjah, pasar Majnah ditutup dan rombongan haji pedagang ini berangkat ke Dzul Majaz untuk melakukan transaksi perdagangan selama delapan hari.

Pada hari tarwiyah, mereka bertolak ke arafah untuk melakukan wukuf. Berbeda halnya dengan jamaah haji kelompok non pedagang. Pada hari tarwiyah jamaah haji non pedagang langsung menuju Arafah untuk melakukan wukuf.

Sebagian dari mereka melakukan wukuf di Arafah sebagian lagi melakukan wukuf di Namirah perbatasan tanah haram.  Setelah bermalam di tempat masing-masing mereka bertolak ke Muzdalifah untuk keesokan, setelah matahari terbit kelompok jamaah haji non pedagang ini bertolak ke Mina.

Dari Mina mereka bertolak ke maka untuk melakukan tawaf.  Beberapa suku menetapkan tradisi bagi anggota yang baru yang melaksanakan ibadah haji.

Bagi anggota baru mereka melakukan tawaf tanpa busana, baik laki-laki maupun perempuan.  Mereka berargumentasi pakaian yang mereka kotor tidak suci sehingga tidak pantas untuk digunakan ibadah. 

Sementara jamaah yang dihormati mereka tetap melaksanakan pakaian tawaf saat melaksanakan. Akan tetapi setelah itu pakaian tersebut tidak boleh digunakan lagi.

Dari rekonstruksi perjalanan ibadah haji masa jahiliyah ini terdapat unsur-unsur manasik haji Ibrahim. Hal ini menandakan pada waktu itu suku-suku Arab masih menggunakan milah Ibrahim.

"Meskipun pada waktu itu ajaran Nabi Ibrahim disusupi oleh tradisi-tradisi hetortodoks," katanya.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement