Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Amandemen UUD 1945 Sekarang, Apa Urgensinya?

Politik | Tuesday, 14 Sep 2021, 14:47 WIB
(Amandemen UUD 1946/Republika.co.id)

Isu usulan amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 kembali mencuat ke permukaan. Katanya, melalui jalan ini, kekuasaan akan mudah dipertahankan. Benarkah? Atau apa urgensinya melakukan amendemen UUD sekarang?

Ketua Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, menyebutnya "Kotak Pandora", sebagai isyarat kemungkinan adanya tujuan lain yang tersembunyi dari pengusung amandemen.

Padahal saat ini Indonesia lagi sibuk mengahadapi pandemi Covid-19. Seyogyanya tidak tepat membicarakan amandemen UUD yang tidak jelas motif dan tujuannya.

Berbeda halnya ketika amandemen 1-4 dilakukan. Waktu itu Indonesia baru saja keluar dari huru hara politik paska tumbangnya orde baru. Sehingga negara ini merasa perlu ditata kembali ke formasi yang benar atau orde reformasi.

Namun kalau sekarang apa masalahnya hingga perlu amandemen? Bukankah apa yang pernah terjadi di masa orde baru diharapkan tidak terulang kembali? Kemudian segala hal yang berbau orba dihapus dan diganti dengan semangat kembali ke UUD 1945. Idealnya perihal UUD itu sudah selesai.

Kekuatiran sejumlah pihak terhadap rencana MPR RI yang ingin melakukan amandemen kelima UUD 1945 sangat masuk akal. Pasalnya desas desus perihal jabatan presiden tiga periode begitu kencang berhembus.

Koalisi boleh saja berkelit, terutama Presiden Jokowi sendiri menolak rencana jabatan presiden tiga periode. Tetapi partai penguasa terindikasi menginginkan kekuasaan lebih lama.

Lagi pula selama satu periode lalu kerap apa yang diomongkan tidak sesuai dengan kenyataan. Misalkan saja perubahan undang-undang KPK, yang katanya dapat memperkuat lembaga antikorupsi, justru faktanya melemahkan. Begitu juga undang-undang Minerba, dan UUCK (Undang-undang Cipta Kerja) yang menguntungkan pemilik modal.

Maka saat amandemen UUD itu didengungkan, publik langsung teringat riwayat buruk kedua contoh undang-undang yang tadi disebutkan. Rakyat terlanjur tidak bisa mempercayai janji manis politisi Senayan.

Lebih jauh Ketua Fraksi Nasdem juga menilai amandemen ini dibaratkan seperti gempa tektonik.

"Saya membayangkan suatu amandemen itu seperti gempa tektonik kalau kita ada gempa tektonik nih di kerak bumi terjadi, maka dia harus ada gempa-gempa susulan untuk sampai normal lagi kerak buminya," katanya seperti dikutip Republika.co.id (Selasa, 14/9/2021).

Artinya yang diamandemen nantinya bukan saja apa yang diinginkan saat ini. Bahkan bisa saja hal itu menjadi pintu masuk untuk mengobok-obok seluruh pasal yang tidak sesuai selera. Sebab itu kecurigaan publik saya nilai cukup beralasan.

Diawal hanya merubah dua pasal saja. Tapi setelah itu pasal lain yang lebih subtansi pada kekuasaan juga dipreteli. Bisa saja, karena Senayan itu sudah tidak bisa lagi dipercaya bekerja untuk rakyat.

Oleh karena itu saya cenderung menolak amandemen UUD kelima. Bukan saja timing-nya yang tidak tepat, pula kualitas demokrasi Indonesia saat ini sedang tidak baik. Yang ditakutkan adalah UUD hasil amandemen nantinya tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara Pancasila dan demokrasi.

Semoga MPR RI dapat merasakan suasana batin rakyat Indonesia yang justru saat ini menginginkan kesejahteraan, keadilan, dan persatuan bangsa. Wakil rakyat harus lebih peka melihat kehidupan rakyatnya, bukan sebaliknya semata-mata melayani nafsu kekuasaan. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image