Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Toto TIS Suparto

Jangan Terlena Pujian Dunia, 'Rumah Kita' Tetap Istimewa

Info Terkini | Tuesday, 21 Sep 2021, 19:35 WIB

Oleh Toto TIS Suparto

Hujan mulai mengguyur Jogja. Sore yang tepat untuk santai sejenak. Sembari mendengarkan lantunan God Bless dari plarform musik, tiba-tiba notifikasi berita portal muncul di layar smartphone. Mau tak mau terusik juga untuk membacanya.

Ternyata, isi berita berupa pujian dunia atas penanganan Covid 19 di negara kita. Salah satu yang memuji penanganan pandemi kita adalah Bank Dunia. Dalam sebuah artikel yang berjudul "Indonesia has passed 100 million COVID-19 vaccine doses. What can we learn?", Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen menjelaskan bahwa Indonesia telah berhasil menangani pandemi dengan dua cara yang sangat efektif.

Penasaran juga, siapa lagi nih yang memuji? Sebelum Bank Dunia ada pujian dari Johns Hopkins University. Ada lagi dari pemerintah Italia hingga Malaysia melakukan hal yang sama. Bahkan kaget dengan pencapaian Indonesia. Begitupun percepatan program vaksinasi dipuji organisasi kesehatan dunia WHO.

Ilustrasi Covid 19 melandai ( Sumber : Republika )

Tentu kita tak boleh terlena dalam ragam pujian tersebut. Selayaknya kita mengingat kembali ungkapan Imam Ghazali. Dalam buku Ihya 'Ulum al-Din, dinyatakan pujian bisa membuat kita sombong (kibr) dan merasa besar sendiri ('ujub). Juga bisa lupa diri dan lengah karena mabuk pujian.

Lengah itulah yang disukai virus Covid 19. Fakta mengungkapkan India lengah, corona malah membludak. Beberapa hari ini, satu kota di kawasan China tenggara, Xiamen, kembali melaporkan kasus aktif Covid-19. Pada Sabtu (18/9/2021), penduduk sekitar diimbau untuk tetap tinggal di rumah dan menutup berbagai tempat umum. Penyebaran virus ini muncul selama musim liburan.

Pemerintah Xiamen mengimbau kepada penduduk setempat untuk tidak meninggalkan rumah jika tidak ada keperluan, menutup taman, tempat-tempat hiburan dan tempat olahraga, serta menghentikan kegiatan massal termasuk perjalanan liburan, pameran, dan pertunjukan.

Rasanya kita pun musti waspada. Jangan lengah, tak ada keperluan di rumah saja. Seperti sebuah lagu dari God Bless yang kebetulan saya dengarkan. Terngiang pula lirik lagu Rumah Kita: "Namun semua itu punya kita/ Memang semua itu milik kita sendiri / Haruskah kita beranjak ke kota/ Yang penuh dengan tanya?" . Dikemudian hari lirik itu menjadi dasar pemikiran banyak orang, di rumah saja atau beranjak ke luar rumah? Kita pun memilih untuk tidak beranjak ke kota, apalagi luar kota sekadar jalan-jalan.

"Rumah Kita" lantunan God Bless ( Sumber: YouTube)

God Bless pun mengingatkan, "Lebih baik di sini, rumah kita sendiri /Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa / Semuanya ada di sini ". Rumah penuh kenikmatan. Keluarga adalah nikmat dan anugerah. Bahkan #dirumahsaja tatkala wabah menerpa, juga sebagai anugerah. Pada saat ada wabah, banyak yang menganggapnya musibah. Apalagi seperti sekarang ini, wabah ini berujung kepada kematian. Para pemuka agama mengingatkan terpaan wabah bukanlah melulu musibah. Kita bisa melihatnya sebagai anugerah, karena wabah membawa kita dekat kepada Tuhan. Di rumah kita berkesempatan mengasah nilai relijiusitas. Inilah anugerah Maka "lebih baik di sini, rumah kita..."

Rumah Kita mengingatkan masa lalu tetaplah ada. Menyenandungkan Rumah Kita di masa pandemi dan masa kini tentulah beda. Orang boleh bilang masa lalu tidaklah sungguh ada, karena ia hanya sebentuk ingatan atas peristiwa yang tak lagi ada. Tetapi jika dipikirkan, siapapun berharap masa lalu, masa tanpa pandemi, akan kembali di masa depan kita. Entah hitungan hari, bulan, atau tahun, kita merindu masa lalu tanpa pandemi.

Meski dengan segala anugerah yang ada, kita tetap merindu rumah kita di masa lalu. Tak perlu ada rumah tetangga yang ditempeli stiker "belum vaksinasi". Tak perlu ada tempelan "sedang isoman". Dan kita pun beranjak dari rumah tanpa lagi "penuh dengan tanya". (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image