Ahad 26 Sep 2021 15:54 WIB

Tingginya Impor Bahan Baku Bikin Industri Farmasi tak Sehat

Holding farmasi mulai menata portofolio dengan membagi fokus masing-masing BUMN.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Direktur Utama PT Biofarma (Persero) Honesti Basyir mengatakan industri farmasi dalam negeri tidak dalam kondisi sehat, terlebih saat terjadi pandemi. Hal ini tak lepas dari besarnya tingkat impor bahan baku obat yang mencapai 90 persen.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Direktur Utama PT Biofarma (Persero) Honesti Basyir mengatakan industri farmasi dalam negeri tidak dalam kondisi sehat, terlebih saat terjadi pandemi. Hal ini tak lepas dari besarnya tingkat impor bahan baku obat yang mencapai 90 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Biofarma (Persero) Honesti Basyir mengatakan industri farmasi dalam negeri tidak dalam kondisi sehat, terlebih saat terjadi pandemi. Hal ini tak lepas dari besarnya tingkat impor bahan baku obat yang mencapai 90 persen.

"Saat pandemi, tentu semua negara membutuhkan produk yang sama. Tentu, negara yang memiliki teknologi produksi bahan baku akan mengamankan pasokan untuk negaranya masing-masing," ujar Honesti, akhir pekan kemarin.

Baca Juga

Oleh karena itu, ucap Honesti, pandemi memberikan pelajaran besar bagi Indonesia untuk membangun kemandirian kesehatan nasional. Honesti menilai cukup banyak hal yang harus diperbaiki dalam sektor kesehatan Indonesia. 

"Kita merasakan selama pandemi betapa kemandirian kita di bidang kesehatan banyak hal yang harus dibenahi. Healthcare tidak hanya kesehatan, tapi juga terkait ekonomi, sosial, dan gaya hidup," ucap Honesti.

 

Kata Honesti, sejatinya pemerintah telah mencanangkan kemandirian kesehatan dengan membentuk holding farmasi yang terdiri atas Bio Farma selaku induk holding bersama Kimia Farma dan Indo Farma sebagai anggota holding. Honesti mengatakan holding farmasi yang dibentuk sebelum pandemi terpaksa harus bekerja lebih keras dalam akselerasi kemandirian kesehatan dengan adanya pandemi covid-19.

"Holding ini baru setahun berdiri, kemudian terjadi pandemi. Selain bertransformasi, kita juga menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi," ungkap Honesti.

Honesti menyampaikan holding farmasi mulai menata portofolio dengan membagi fokus masing-masing BUMN. Kata Honesti, Bio Farma mendapat tugas untuk fokus dalam produksi vaksin dan antisera, sedangkan Indo Farma fokus dalam alat kesehatan dan herbal, sementara Kimia Farma fokus terhadap chemical dan layanan kesehatan.

Secara bertahap, lanjut Honesti, holding farmasi mulai berhasil memproduksi obat-obatan penanganan covid-19. Honesti menyebut holding farmasi terus meningkatkan kapasitas produksi dalam mendukung kemandirian kesehatan nasional.

"Kita harus membangun kemandirian kesehatan agar tidak terus tergantung pada impor bahan baku. Ini tujuan utama pembentukan holding farmasi," lanjut Honesti.

Honesti menilai upaya membangun kemandirian kesehatan nasional dapat terwujud dengan adanya kolaborasi berbagai pihak, baik BUMN dan juga swasta yang mencapai 200 perusahaan farmasi di Indonesia. 

"Kita harap 2024 ketergantungan impor bahan baku obay sudah berkurang dari 90 persen menjadi 70 persen," ucap Honesti.

Honesti mengatakan tingginya tingkat impor bahan baku obat tak lepas dari pola pikir bahwa impor lebih murah ketimbang investasi sendiri. Honesti menilai tingginya biaya produksi bahan baku obat dapat ditekan jika ada sinergi dengan industri kimia dasar yang berada di sektor hulu. 

"Ini yang kita harap bisa didukung sehingga kita bisa menggunakan produk kimia dasar agar bisa diproduksi menjadi bahan baku obat. Kalau industri kimia dasar mau kerja sama, mungkin efisiensi impor bahan baku bisa lebih tinggi dari 70 persen," kata Honesti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement