Sabtu 09 Oct 2021 22:08 WIB

Presiden Pertama Iran Pasca-Revolusi Meninggal Dunia

Abolhassan Banisadr puluhan tahun diasingkan di Prancis

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Bendera Iran
Foto: Tehran Times
Bendera Iran

IHRAM.CO.ID, PARIS – Presiden pertama Iran pasca-revolusi 1979, Abolhassan Banisadr, meninggal di sebuah rumah sakit di Paris, Prancis, pada Sabtu (9/10). Tokoh berusia 88 tahun itu berpulang setelah puluhan tahun diasingkan di Prancis menyusul pemecatannya oleh parlemen.

“Setelah lama sakit, Abolhassan Banisadr meninggal pada hari Sabtu di rumah sakit (Pitie-)Salpetriere di tenggara Paris,” kata seorang sumber yang dekat dengan Banisadr, dikutip kantor berita resmi Iran, Islamic Republic News Agency (IRNA).

Keluarga Banisadr di Prancis mengonfirmasi kabar kematiannya. "Kami ingin memberi tahu orang-orang terhormat Iran serta semua aktivis kemerdekaan dan kebebasan bahwa Abolhassan Banisadr telah meninggal setelah perjuangan panjang dengan penyakit," kata mereka dalam sebuah pernyataan.

Mereka memuji Banisadr sebagai seorang pembela kebebasan. Namun kehakiman Iran mengecamnya. "Selama bertahun-tahun, di bawah bayang-bayang intelijen Prancis dan Barat, dia tidak henti-hentinya mencemarkan nama baik rakyat dan sistem republik Islam," kata sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs web Mizan Online.

Banisadr memenangkan pemilihan bebas pertama Iran pada 1980. Dia menjadi presiden setelah Iran melewati revolusi yang panas tahun sebelumnya. Banisadr diberhentikan parlemen pada 1981. Hal itu karena hubungannya dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ruhullah Khomeini, memburuk. Sejak itu, dia tinggal di pengasingan di Prancis.

Banisadr lahir di sebuah desa dekat Hamadan, Iran, pada 22 Maret 1933. Dia merupakan seorang pendukung Islam liberal. Pada 17 tahun, Banisadr aktif di barisan Front Nasional Iran, gerakan pemimpin nasionalis Mohammad Moassadegh.

Setelah mempelajari teologi, ekonomi dan sosiologi, Banisadr menjadi penentang keras rezim Syah. Dicari polisi, ia terpaksa melarikan diri dari Iran pada 1963 dan menetap di Paris. Pada tahun 1970, ia menganjurkan penyatuan oposisi Iran di sekitar Khomeini, yang diasingkan di Irak pada saat itu.

Pada Oktober 1978, Khomeini pergi ke Prancis. Banisadr kemudian menjadi bagian dari lingkaran dalamnya. Ia bahkan memanggil Khomeini sebagai “ayah tersayang”. Banisadr kemudian mengungkapkan penyesalannya karena dia tidak mengenali “selera kekuasaan” Khomeini.

Pada 1 Februari 1979, Banisadr berada di pesawat yang membawa Khomeini kembali ke Iran. Dia menjabat sebagai menteri ekonomi Iran dan, selama beberapa hari, urusan luar negeri. Pria yang kadang-kadang disebut sebagai “putra spiritual Khomeini” terpilih sebagai presiden Iran pada 26 Januari 1980.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement