Senin 25 Oct 2021 07:47 WIB

Polisi Prancis Sudutkan Perempuan Korban Pelecehan

Polisi Prancis dinilai tidak sensitif saat menerima pengaduan pelecehan seksual.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Polisi Prancis Sudutkan Perempuan Korban Pelecehan.
Foto: EPA-EFE/YOAN VALAT
Polisi Prancis Sudutkan Perempuan Korban Pelecehan.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seorang korban pemerkosaan ditanya oleh polisi Paris tentang apa yang dia kenakan dan mengapa tidak melawan. Perempuan lain yang diserang harus memeragakan ulang kekerasan seksual yang diterima kepada seorang petugas polisi yang skeptis.

Mereka merupakan ribuan perempuan Prancis yang mengecam tanggapan mengejutkan dari petugas polisi yang menyalahkan korban atau salah menangani keluhan ketika mereka melaporkan pelecehan seksual. Para perempuan ini pun melakukan gerakan di media sosial dengan menggunakan tagar #DoublePeine (#DoubleSentencing) diluncurkan bulan lalu.

Baca Juga

Gerakan tersebut dimulai oleh Anna Toumazoff setelah mengetahui seorang perempuan berusia 19 tahun yang mengajukan pengaduan pemerkosaan di kota selatan Montpellier. Dia mendapatkan pertanyaan oleh polisi secara gamblang apakah dia mengalami kesenangan selama peristiwa serangan seksual.

Tagar itu dengan cepat menjadi viral dengan para perempuan menggambarkan pengalaman serupa di Montpellier dan kantor polisi lainnya di seluruh Prancis. Kelompok hak-hak perempuan Prancis NousToutes menghitung setidaknya 30 ribu akun penganiayaan dalam kicauan Twitter dan pesan lain yang dikirim di media sosial dan di situs tertentu.

Salah satu kasus terjadi pada seorang perempuan Paris berusia 37 tahun mengatakan tentang pengalamannya di kantor polisi setelah diserang tahun ini oleh seorang pria yang tinggal di dekat rumahnya. Sebelumnya, pelaku melecehkannya di jalan.

Perempuan itu menceritakan tiba dengan ketakutan serta menangis di kantor polisi. Awalnya dia disambut dengan ramah, kemudian petugas yang bertugas mengajukan pengaduan tidak menuliskan deskripsi penyerangan itu, jadi dia menolak menandatangani dokumen itu.

"Saya harus menceritakan semuanya lagi," katanya.

Petugas bertanya apakah dia yakin pelaku ingin menyentuh payudaranya. "Saya harus membuat gerakan sehingga dia melihat itu bukan bagian tubuh yang lain," katanya.

"Membuat saya mengulangi dan ... meniru gerakan di depan dinding, itu memalukan. Saya menemukan itu sangat merendahkan. Saya merasa saya seperti boneka," ujar perempuan itu

Kasusnya masih berlangsung. Polisi malah menyarankan perubahan apartemen untuk menjauh dari pelakunya.

Sudah ada program pelatihan baru-baru ini untuk polisi Prancis dan meningkatnya kesadaran seputar kekerasan terhadap perempuan. Hanya saja para aktivis mengatakan, pihak berwenang harus berbuat lebih banyak untuk menghadapi beratnya kejahatan seksual dan memberantas diskriminasi terhadap korban.

Mengatasi masalah nasional tersebut pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan ada pertanyaan yang tidak bisa ditanyakan kepada perempuan ketika datang untuk mengajukan keluhan.

"Bukan polisi yang mengatakan apakah ada kekerasan dalam rumah tangga atau tidak, itu terserah hakim," ujarnya saat mengumumkan penyelidikan internal di kantor polisi Montpellier.

Toumazoff pun membantah meluncurkan kampanye anti-polisi dengan mengatakan tagar itu bertujuan mendesak pemerintah mengambil tindakan. "Dengan membiarkan petugas yang tidak kompeten dan berbahaya bekerja di kantor polisi, (pihak berwenang) mempermalukan seluruh profesi," katanya.

Pejabat Polisi Montpellier sebelumnya mengutuk komentar memfitnah terhadap petugas. Dia mengecam informasi palsu dan kebohongan yang bertujuan mendiskreditkan tindakan polisi.

Aliansi serikat polisi cabang regional Montpellier yang kuat berpendapat petugas hanya melakukan pekerjaan. "Sementara petugas polisi memahami penderitaan para korban, penegakan kebenaran mengharuskan kami mengajukan pertanyaan yang memalukan," katanya.

https://apnews.com/article/europe-france-police-paris-sexual-abuse-fcd508c5852c4d4b01d8842576ad4c4a

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement