Senin 22 Nov 2021 05:39 WIB

KSPSI DIY: UMP 2022 tak Berpihak pada Buruh

Kenaikan UMP DIY 2022 yang tidak signifikan merupakan cerita lama yang terus berulang

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Buruh pabrik
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Ilustrasi Buruh pabrik

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY menilai, Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2022 tidak berpihak kepada buruh. Hal ini mengingat besaran UMP tidak memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

"(UMP) Jelas merugikan pekerja, kebijakan pengupahan dan upah minimum yang ditetapkan tidak berpihak kepada buruh," kata Ketua KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (21/11).

Irsad menyebut, kenaikan UMP DIY 2022 yang tidak signifikan merupakan cerita lama yang terus berulang-ulang. Pasalnya, upah minimum yang ditetapkan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

Padahal, besaran KHL berdasarkan survei yang dilakukan KSPSI di 2021 mencapai sebesar Rp 2,9 juta sampai Rp 3 juta. Pihaknya pun menolak penetapan UMP DIY tahun 2022 yang sudah ditetapkan 19 November 2021 kemarin.

"Padahal selama ini buruh berperan penting dalam (peningkatan) perekonomian," ujarnya.

Berdasarkan penetapan UMP oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, naik 4,30 persen dibanding UMP tahun 2021. Dengan begitu, besaran UMP untuk 2022 ditetapkan sebesar Rp 1.840.915,53 atau naik Rp 75.915,53.

Irsad menyebut, persentase kenaikan UMP yang bahkan tidak mencapai lima persen ini tidak akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan di DIY. Bahkan, hal tersebut juga sekaligus berdampak pada semakin besarnya angka ketimpangan di DIY.

"Kenaikan upah yang hanya secuil itu merupakan bentuk ketidakpekaan (pemerintah) terhadap kesulitan dan himpitan ekonomi buruh di tengah pandemi, serta menyulitkan buruh untuk membeli rumah," jelasnya.

Selain itu, Irsad juga menilai bahwa penetapan UMP 2022 merupakan penetapan yang tidak demokratis. Hal ini dikarenakan menghilangkan peran serikat buruh dalam proses penetapan upah.

"Ini sebagai akibat penetapan upah menggunakan rumus atau formula yang tidak berbasis survei KHL dan angka-angka yang sudah ditetapkan BPS," kata Irsad.

Sultan sebelumnya menyebut bahwa perhitungan besaran UMP 2022 didasarkan pada beberapa formula. Mulai dari pertumbuhan ekonomi atau inflasi, rata-rata konsumsi per kapita, banyaknya anggota rumah tangga dan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement