Rabu 08 Dec 2021 22:05 WIB

UMKM di Semarang Sulap Biji Durian Jadi Olahan Menarik dan Bernilai Jual

Di Gunung pati memang terkenal sebagai penghasil dua jenis durian.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Muhammad Fakhruddin
UMKM di Semarang Sulap Biji Durian Jadi Olahan Menarik dan Bernilai Jual (ilustrasi).
Foto: Antara/Siswowidodo
UMKM di Semarang Sulap Biji Durian Jadi Olahan Menarik dan Bernilai Jual (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Limbah tidak selamanya menjadi momok yang menakutkan dan merusakan lingkungan. Sebab jika kreatif dan punya inisiatif, limbah bisa menjadi barang yang bermanfaat dan memiliki nilai jual.

Ketua kelompok UMKM Karya Bunda Mandiri Semarang PGU Sulastri Perengsari (46 tahun) menyulap limbah durian menjadi barang yang bernilai dan bermanfaat bagi warga sekitar. Ide ini berawal dari persoalan limbah durian yang dihasilkan dari Kampoeng Wisata Alam Malon.

Baca Juga

Seperti diketahui wisata alam tersebut menawarkan pilihan wisata membatik dan makan buah durian di kebun langsung. "Di wilayah kami, pohon durian banyak, nah dari situ saya dan ibu-ibu di sini punya ide untuk mengelola limbah dari biji durian itu," katanya ketika dihubungi Republika, Rabu (8/12).

Sulastri menjelaskan limbah durian dari wisata Alam Malon bisa mencapai sekitar 100-150 kilogram biji durian per bulan di luar musim panen. Jika di musim panen, bijinya mencapai 100-750 kilogram per bulan.

 

"75 persen biji durian itu tidak dijual dan hanya dibuang begitu saja yang mengotori lingkungan Gunung Pati, Semarang," katanya.

Di Gunung pati memang terkenal sebagai penghasil dua jenis durian, yakni Durian Monti dan Malika. Di tangan Sulastri yang merupakan binaan dari Indonesia Power (IP), biji durian itu diolah menjadi tepung dan aneka pangan.

Hal itu sebagai aksi nyatanya dengan mengedepankan kepedulian lingkungan dan kepekaan sosial. Untuk biji yang diolah menjadi tepung, dalam satu tahun menghasilkan 60 sampai 150 kilogram.

"Tepung-tepung itu diolah oleh UMKM Karya Bunda Mandiri menjadi brownies ponge atau biji durian, criping, emping, ballen pisang, wingko, dan kue tanduk," katanya.

Program keberlanjutan itu pun memberikan manfaat yang cukup besar untuk lingkungan dan masyarakat setempat. Sebab pengurangan sampah cukup signifikan di lingkungan tersebut. 

Selain itu, pengentasan kemiskinan meningkat 1,47 persen dan peningkatan pendapatan warga di sana mencapai 39,15 persen. Sulastri berharap kegiatannya bersama 9 anggota aktif dapat menambah ilmu pengetahuan, pengalaman membuat kue, dan membuka lapangan kerja bagi warga sekitar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement