Senin 20 Dec 2021 15:28 WIB

Pinjam Meminjam Fintech Lending Harus Sesuai Pedoman OJK

Secara umum kegiatan fintech lending dapat dilakukan melalui dua macam perjanjian.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Persoalan pinjaman online (pinkol) di Indonesia menjadi perbincangan. Walau jadi tren baru untuk meminjam melalui transaksi elektronik, namun pelaku financial technology lending perlu perhatikan perjanjian sesuai POJK 77/2016.

Guru Besar Bidang Hukum Perdata, Prof Siti Ismijati Jenie mengatakan, secara umum kegiatan fintech lending dapat dilakukan melalui dua macam perjanjian. Pertama, perjanjian pemberi pinjaman dan penyelenggara fintech lending.

Kedua, antara penyelenggara fintech lending dengan penerima pinjaman. Dosen Magister Ilmu Hukum UMY tersebut menjelaskan, semua itu sudah diatur dalam POJK Nomor 77 POJK.01/2016 mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis informasi.

"Sehingga, seharusnya fintech memiliki perjanjian yang mengatur hubungan hukum antara pemberi pinjaman dengan penyelenggara fintech lending dan penyelenggara fintech lending dengan penerima pinjaman," kata Jenie, Senin (20/12).

Menurut Jenie, fintech lending yang tertulis berdasar pedoman OJK seharusnya ada mitigasi risiko dalam perjanjian yang dilakukan pihak penyelenggara pinjaman. Artinya isi perjanjian tidak cuma membahas jumlah pembiayaannya dan penggunanya.

Kemudian, jangka waktu, penarikan pembiayaan, kesepakatan bunga dan pembayaran kembali. Namun, ada unsur penting yaitu adanya mitigasi risiko karena mitigasi risiko merupakan konsulan yang selalu diminta POJK dalam perjanjian pembiayaan.

Jenie menerangkan, perjanjian layanan penyaluran pembiayaan berbasis teknologi informasi ini perjanjian yang belum diatur secara khusus dalam UU. Belum diberi nama resmi yang tercantum di UU, walaupun sudah diistilahkan oleh masyarakat.

Jika perjanjian ada unsur pinjam meminjam, itu sudah diatur bab 13 KUH Perdata, sehingga jadi satu perjanjian bernama. Tapi, untuk mengatakan perjanjian layanan pembiayaan itu layanan pinjam meminjam tercantum bab 13 KUH Perdata juga sulit.

"Karena, perjanjian penyaluran pembiayaan itu memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam yang diatur KUH Perdata," ujar Jenie.

Selain itu, dalam perjanjian yang dilakukan oleh fintech lending merupakan jenis perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang. Serta, dasar hukumnya hanya peraturan yang diberikan OJK.

Maka itu, Jenie menambahkan, dengan karakteristik perjanjian fintech lending  merupakan perjanjian di bawah tangan. Sebab, bentuknya tidak ditetapkan oleh undang-undang dan dibuat tanpa campur tangan dari pihak yang berwenang.

"Maka, agar merujuk dengan kesesuaian hukum pihak penyelenggara fintech lending harus benar-benar melakukan perjanjian pinjam meminjam berdasarkan pedoman yang berlaku sesuai dengan POJK Nomor 77 POJK.01/2016," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement