Senin 14 Feb 2022 18:37 WIB

Berharap Penerapan Agile Government di Indonesia

Hal itu disampaikan saat Dyah dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Pemerintahan UMY.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Berharap Penerapan Agile Government di Indonesia (ilustrasi).
Foto: Wahyu Suryana.
Berharap Penerapan Agile Government di Indonesia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof Dyah Mutiarin melihat, kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam menangani Covid-19 selama ini cenderung berfokus kepada aktor-aktor pemerintah.

Serta menekankan kepada kelembagaan, pengaturan kesehatan, pembatasan penggunaan moda transportasi, pemulihan ekonomi nasional, peningkatan peran serta masyarakat luas penanganan pandemi maupun digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan.

Baca Juga

Ia merasa, kebijakan ini terbilang wajar mengingat peran pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pembuat kebijakan yang dapat memengaruhi penanganan pandemi nasional. Namun, perlu evaluasi kinerja pemerintah dua tahun ini.

"Tentu diperlukan upaya-upaya untuk mencermati pembuatan kebijakan yang saat ini kuat dengan muatan digitalisasi, serta kecepatan dan ketepatan birokrasi dalam mengatasi pandemi dan mewujudkan agile government," kata Dyah, Senin (14/2).

Hal itu disampaikan saat Dyah dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Pemerintahan UMY yang digelar luring dan daring. Dyah melakukan penelitian Digital and Evidence Based Policy: Tantangan Menciptakan Tata Kelola Pemerintahan Cergas.

Dyah mengakui, penelitian itu terkait momentum persoalan yang sedang dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Persoalan tentang digitalisasi kebijakan publik dan berbasis bukti/evidence yang menuntut pemerintahan yang cergas/agile.

"Apalagi, dengan kondisi Indonesia yang saat ini sedang berada dalam ketidakpastian karena pandemi Covid-19," ujar Dyah.

Guru Besar perempuan pertama di UMY ini menilai, permasalahan kebijakan yang sering terjadi kurang sinkron kebijakan dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terutama, karena proses birokrasi yang berbelit, lamban dan ragu ragu.

Padahal, penyusunan kebijakan sudah seyogyanya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, serta dengan keterlibatan pemangku kebijakan. Karenanya, ia mendorong instansi pemerintah melakukan reformasi birokrasi.

Baik struktural maupun pola pikir. Hal ini agar birokrasi Indonesia menjadi yang sederhana, efektif, efisien, lincah dan cergas. Pemerintah butuh inovasi tidak biasa berupa regulasi yang efisien, selaras, sederhana dan tidak tumpang tindih.

"Penerapan agile government dapat diterapkan kepada semua level pemerintahan, sehingga tidak hanya lingkungan global yang bergerak dengan cepat, namun juga lingkungan daerah yang akan terkena dampaknya," kata Dyah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement