Selasa 26 Apr 2022 18:43 WIB

Aduan THR di Jateng Melonjak Tajam

Jumlah aduan THR bertambah menjadi 110 aduan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi THR
Foto: Mgrol101
Ilustrasi THR

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Mendekati Lebaran 1443 Hijriyah, pengaduan terkait dengan tunjangan hari raya (THR) yang diterima Posko Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah terus bertambah.

Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari mengatakan, pada pertengahan  April kemarin masih sebanyak 22 laporan pengaduan terkait THR. Jumlah ini meningkat menjadi 78 aduan pada Ahad (24/4/2022) kemarin.

"Namun sampai dengan Senin (25/4/2022) kemarin, jumlah aduan THR tersebut bertambah lagi menjadi 110 aduan yang masuk ke Posko THR Provinsi Jawa Tengah," ungkapnya di Semarang, Selasa (26/4/2022).

Guna menangani aduan yang masuk ini, jelasnya, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk membantu menyelesaikan aduan THR tersebut.

Saat ini, masih ungkap Rosellasari, Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Tengah mulai melakukan penindakan terkait pelanggaran pemberian THR pada momentum Lebaran tahun 2022 ini.

Sesuai peraturan, THR diberikan perusahaan maksimal tujuh hari sebelum hari H Lebaran atau tanggal 25 April 2022. Jika melebihi tenggat waktu tersebut, perusahaan telah melanggar SE Menaker RI no M/1/HK.04/IV/2022. Selain itu, perusahaan juga dinilai melanggar PP 36 tentang Pengupahan.  

Masih sesuai dengan ketentuan, THR pekerja di tahun ini harus diberikan penuh sesuai regulasi. Bagi pekerja yang telah mencapai masa satu tahun, harus diberi satu kali gaji. "Sedangkan yang belum mencapai masa kerja satu tahun, diberikan secara proporsional," lanjutnya.

Secara umum, lanjut Rosellasari, aduan pekerja yang masuk ke posko THR rata- rata mengeluhkan pembayaran yang telat atau dicicil. Selain itu ada keluhan THR yang dibayar tidak sesuai ketentuan atau bahkan tidak memberikan tunjangan.

Hari ini, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah telah menerjunkan pengawas yang kemudian akan menerbitkan nota riksa yang harus direspon oleh perusahaan dalam waktu 7 hari setelah diterbitkan.

Jika tidak dipenuhi maka nanti akan ada nota riksa 2 yang jangka waktu pelaksanaannya juga tujuh hari. “Kalau masih tidak ada respon, baru ada sanksi administrasi sesuai regulasi PP 36 2021," katanya.

Sesuai peraturan, kata Rosellasari, sanksi administrasi tersebut mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha. Adapula pemberhentian usaha sebagjan atau keseluruhan alat produksi, sampai dengan pembekuan usaha.

Selain itu pemberian sanksi tidak serta merta akan mengugurkan kewajiban perusahaan untuk memberikan THR kepada karyawannya. Bahkan, perusahaan bisa dikenakan denda sebesar 5 persen dari jumlah THR yang diterima setiap buruh. 

“Besaran denda 5 persen tersebut, nantinya bisa dikelola oleh serikat pekerja demi kesejahteraan para pekerja,” katanya.

Sementara itu Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa tengah, Mumpuniati menambahkan, umumnya perusahaan yang masih belum membayarkan THR pekerja beralasan karena terdampak Covid-19.

Tetapi mereka masih berjanji untuk membayarkan kewajiban perusahaan sekaligus hak karyawan  tersebut.

Pada tahun ini, masih kata Mumpuniati, banyak di antara perusahaan yang menunda pembayaran THR berasal dari sektor garmen. Perusahaan- perusahaan ini, rerata memiliki pekerja dalam jumlah yang banyak.

"Sementara perusahaan yang paling banyak diadukan berasal dari Surakarta dan Kota Semarang. Bahkan, ada satu perusahaan yang diadukan berkali-kali," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement