Selasa 24 May 2022 18:51 WIB

Multiverse dalam Pandangan Islam

Penting menyikapi keberadaan hal-hal non logis di luar jangkauan indra manusia

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Film Doctor Strange in the Multiverse Of Madness.
Foto: Disney/Marvel
Film Doctor Strange in the Multiverse Of Madness.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Istilah multiverse hari ini menjadi topik yang hangat dibicarakan usai munculnya film pahlawan super di layar lebar, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, yang mengangkat tema tersebut. Hal ini kerap dihubungkan dengan alam mimpi dan alam lain di luar indrawi manusia.

Islam sendiri menanggapi mimpi sebagai sebuah proses alami dan merupakan bagian dari proses emosional yang aktif selama manusia tertidur. Bahkan, sebenarnya sudah ada kisah dalam Alquran yang terkait mimpi yaitu tentang Nabi Yusuf AS.

Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Rheza Virgiawan mengatakan, kemampuan memahami mimpi merupakan keistimewaan dari Allah SWT yang diberikan ke Nabi Yusuf. Ada pula hadis riwayat Muslim tentang tiga macam mimpi.

Ada mimpi dari Allah, mimpi dari pemikiran manusia dan mimpi buruk dari setan. Dari hadis itu ditarik kesimpulan tidak semua mimpi dapat diartikan petunjuk. Namun, dalam sejarah Islam mimpi pernah pula dijadikan penentu syariat azan.

 

Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khatab bermimpi bertemu dengan laki-laki yang mengajarkannya untuk memanggil orang-orang agar shalat. Kemudian, laki-laki dalam mimpi itu mengajari Abdullah bin Zaid melakukan azan.

"Esok paginya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah dan menceritakan mimpinya, lalu Rasulullah SWT berkata sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah," kata Rheza, Selasa (24/5/2022).

Allah telah menciptakan manusia semata untuk beribadah kepada-Nya, mengimani-Nya dan menjalankan seluruh perintah-Nya. Selain itu isu mengenai multiverse menarik untuk dikaji dengan pemahaman dan kematangan iman yang merupakan fundamental.

Iman sangat dibutuhkan agar akal manusia tunduk kepada Allah SWT. Iman kepada hal-hal yang gaib turut menjadi syarat fundamental dalam Islam yaitu haqqu al yaqin atau seyakin-yakinnya kalau memang ada entitas di luar dunia indrawi.

"Entitas ini maksudnya sesuatu yang nyata, bukan hanya filosofis abstrak ataupun sebuah metafora," ujar Rheza.

Menurut Rheza, mempercayai keberadaan alam lain, meski realitasnya belum mampu dijangkau indra manusia merupakan bagian dari sikap keimanan. Imam Abu Ja'far ath Thahawi menegaskan, kita harus mengimani azab kubur bagi yang berhak diazab.

Kemudian, mengimani pertanyaan Munkar dan Nakir tentang Allah, agama dan nabi sebagaimana Rasulullah SAW dan sahabat. Karenanya, penting menyikapi keberadaan hal-hal non logis di luar jangkauan indra manusia sebagai bagian kehendak Allah.

Maka itu, kita harus mengimani sebagai salah satu rukun iman, yaitu iman kepada hal-hal gaib. Terakhir, Rheza mengajak agar pertanyaan terkait tempat, waktu, bentuk maupun hal-hal mengenai alam gaib sebaiknya kita serahkan kepada Allah.

"Sebagai pencipta dan pemilik alam semesta," kata Rheza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement