Senin 13 Jun 2022 17:08 WIB

Banyak Pedagang Nakal, Pasar Hewan Banyumas Ditutup

Kedua pasar hewan tersebut ditutup sejak 4 Juni hingga 18 Juni 2022 mendatang.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Penyembelihan sapi terindikasi penyakit mulut dan kuku (PMK) di Pasar Hewan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (11/5/2022).
Foto: dokpri
Penyembelihan sapi terindikasi penyakit mulut dan kuku (PMK) di Pasar Hewan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (11/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Pasar Hewan Sokaraja dan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, ditutup selama dua pekan akibat masih banyaknya para pedagang nakal yang membawa sapi sakit atau suspek penyakit mulut dan kuku (PMK) ke dalam pasar. Kedua pasar hewan tersebut ditutup sejak 4 Juni hingga 18 Juni 2022 mendatang.

Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas (Dinkanak), Sulistiono, sebelumnya pasar hewan tidak ditutup karena tidak ada jaminan bahwa perdagangan ternak di luar pasar tidak akan terjadi.

"Tapi kenyataannya masih banyak pedagang yang tidak komitmen dan tidak bekerja sama dengan kita, sapi yang sakit malah dibawa ke pasar. Makanya kami tutup," ujar Sulistiono kepada Republika, Senin (13/6/22).

Ia mengungkapkan, saat akan ditutup, kasus positif di PMK baru mencapai enam ekor sapi. Akan tetapi, yang dikhawatirkan adalah tingkat penyebarannya yang cepat apabila ada suspek PMK dicampur dengan sapi yang sehat.

 

Awal bulan ini diketahui bahwa masih banyak pedagang yang memiliki sapi sakit sengaja datang lebih awal dari petugas pemeriksaan kesehatan ke pasar hewan. Pemeriksaan kesehatan hewan ternak di pasar hewan dimulai sejak pukul 06.00 WIB, dan para pedagang nakal sengaja datang pukul 05.00 WIB.

"Mereka meninggalkan sapinya di pasar saat pagi-pagi sekali, dan kembali di atas jam 09.00 WIB. Jadi saat petugas memeriksa dan ingin memindahkan sapi yang sakit, kami kesulitan," tutur Sulistiono.

Menurutnya, para pedagang nakal tersebut umumnya makelar untuk sapi kurban, dan berasal dari luar Banyumas, seperti Banjarnegara dan Purbalingga. Pedagang sapi dari Banjarnegara umumnya memiliki sapi yang berasal dari Jawa Timur, pusat penyebaran virus PMK. Para pedagang lokal justru banyak melaporkan kecurangan mereka karena khawatir sapi mereka tertular oleh sapi sakit yang berasal dari luar.

Diketahui PMK memiliki tingkat kematian yang rendah, dengan tingkat penularan yang tinggi. Meski tingkat kesembuhan juga tinggi, sapi yang terkena virus ini akan mengalami stunting dan tidak akan bisa gemuk.

Saat ini untuk penyembuhan, sapi-sapi yang sakit diberi obat dan vitamin. Adapun untuk mencegah agar ternak sapi tidak terkena virus PMK dilakukan pemberian vitamin secara rutin. Akan tetapi, jumlah vitamin tidak mencukupi, karena stok vitamin Banyumas hanya untuk kebutuhan rutin. Sedangkan untuk mencegah agar sapi sehat tidak tertular perlu diberikan vitamin secara rutin setiap sepekan.

"Vitaminnya kurang, masih dalam proses anggaran. Jadi kami minta kesadaran peternak untuk melakukan pengobatan mandiri agar dapat meningkatkan daya tahan tubuh sapi," kata Sulistiono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement