Kamis 24 Nov 2022 23:23 WIB

Wali Kota Mojokerto Ajak Guru Bersinergi Tekan Kenakalan Remaja

Eksistensi siswa di sekolah harus diakui.

Wali Kota Mojokerto Ajak Guru Bersinergi Tekan Kenakalan Remaja (ilustrasi).
Foto: antara/Fanny Octavianus
Wali Kota Mojokerto Ajak Guru Bersinergi Tekan Kenakalan Remaja (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,MOJOKERTO -- Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengajak pada guru di daerah setempat bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam menekan beragam persoalan kenakalan remaja yang semakin marak.

"Ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Kita semua tidak bisa pemerintah bergerak sendiri, tidak bisa kepolisian, BNN bergerak sendiri. Guru diberi tanggung jawab sendiri juga pasti tidak mampu. Peran keluarga yang begitu strategis juga tidak bisa diabaikan," katanya di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (24/11/2022), saat Seminar HUT Ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Baca Juga

Perempuan yang akrab disapa Ning Ita ini, menyebutkan sejumlah persoalan kenakalan remaja yang menjadi perhatian Pemerintah Kota Mojokerto di antaranya mengenai peredaran narkoba, perilaku seks menyimpang dan prostitusi, serta degradasi karakter dan moral remaja. Berbagai jenis persoalan tersebut tentu saja membutuhkan strategi pemecahan masalah yang berbeda.

"Saya ingin di forum ini terjadi diskusi dan hasilnya saya dapat rekomendasi yang bisa ditindaklanjuti. Lalu sesuai peran saya, kebijakan apa yang dibutuhkan untuk bisa mendukung skema solusi tersebut. Jadi ada sinergi dengan kita semuanya," tuturnya.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber akademisi dan praktisi dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof. Dr. Suyatno, M. Pd. Sosok guru besar tersebut memaparkan topik seputar Merdeka Belajar dan Inovasi, Tren Pendidikan ke Depan. Saat sesi diskusi menguraikan sebab-musabab seorang siswa dapat terjerumus dalam perilaku kenakalan remaja, laki-laki yang menjabat sebagai Wakil Ketua Gerakan Pramuka Indonesia ini menyebut, ketiadaan rasa aman dan nyaman di sekolah menjadi salah satu penyebab persoalan tersebut.

"Sekolah perlu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak. Sehingga, dia mencari di tempat lain. Karena anak merasa tidak diterima di sekolah, dia cari komunitas di luar, yang bisa jadi justru berpotensi menjerumuskan anak ke perilaku menyimpang," ujarnya.

Ia menyebutkan eksistensi siswa harus di sekolah harus diakui. Tidak bisa dimungkiri, aspek tersebut hingga saat ini masih sering luput dari perhatian para pendidik. Seringkali hanya siswa kategori cemerlang yang dilibatkan dalam berbagai kegiatan di sekolah."Demikian pula pada aspek memberi penghargaan," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement